BKSDA Sumbar dan SINTAS Bentuk Patroli Anak Nagari Cegah Konflik Harimau Sumatera
BKSDA Sumbar berkolaborasi dengan Yayasan SINTAS membentuk Patroli Anak Nagari (Pagari) di Limapuluh Kota untuk mencegah konflik antara manusia dan harimau Sumatera, melatih warga dalam penanganan konflik satwa liar.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat dan Yayasan SINTAS Indonesia berkolaborasi membentuk Patroli Anak Nagari (Pagari) di Koto Tinggi, Kabupaten Limapuluh Kota. Inisiatif ini bertujuan mencegah dan menangani konflik antara manusia dan satwa liar, khususnya harimau Sumatera, demi mewujudkan masyarakat yang aman dan dapat hidup berdampingan dengan satwa liar.
Pembentukan Pagari ini diprakarsai oleh BKSDA Sumatera Barat, yang melibatkan 10 warga terpilih dari berbagai jorong di Koto Tinggi. Mereka dipilih oleh Wali Nagari setelah melalui proses seleksi. Pelatihan intensif selama tiga hari diberikan kepada anggota Pagari, mulai dari 29 April hingga 1 Mei 2025.
Pelatihan tersebut mencakup berbagai materi penting, seperti kebijakan konservasi harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), bioekologi harimau, pengamanan hutan dan perlindungan satwa liar, teknik navigasi, penggunaan kamera trap, dan yang terpenting, penanganan konflik satwa liar. Setelah pelatihan teori selama dua hari, para anggota Pagari menjalani praktik lapangan berupa patroli dan simulasi penanganan konflik harimau.
Mencegah Konflik Manusia-Harimau di Sumatera Barat
Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA Sumatera Barat, Rusdiyan P. Ritonga, menyatakan harapannya agar Pagari Koto Tinggi dapat menciptakan nagari yang ramah harimau. Ia menekankan pentingnya hidup berdampingan dengan satwa liar dan kemampuan masyarakat untuk menangani konflik satwa liar secara mandiri. "Konflik yang tidak terkendali akan menyebabkan kerugian yang luar biasa dari kedua pihak, yakni alam dan manusia," ujar Rusdiyan.
BKSDA Sumbar telah membentuk delapan Pagari sebelumnya, berkolaborasi dengan Yayasan SINTAS Indonesia dan Centre for Orangutan Protection (COP). Keberadaan Pagari tersebar di beberapa kabupaten, antara lain Agam (empat Pagari), Solok (satu Pagari), Pasaman (tiga Pagari), dan Limapuluh Kota (kini satu Pagari).
Pembentukan Pagari merupakan upaya strategis untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam deteksi dini dan penanganan konflik satwa liar. "Ini sebagai respon terhadap beberapa peristiwa konflik satwa liar, karena Pagari dibentuk di daerah rawan konflik satwa dengan manusia," tambah Rusdiyan. Inisiatif ini diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif konflik antara manusia dan harimau Sumatera.
Dukungan dan Harapan untuk Keberlanjutan Program
Koordinator Biodiversity Team Yayasan SINTAS Indonesia, Fernando Dharma, optimistis bahwa Pagari Koto Tinggi akan meningkatkan deteksi dini dan mitigasi konflik, khususnya di Kabupaten Limapuluh Kota dan Sumatera Barat secara keseluruhan. Yayasan SINTAS Indonesia berkomitmen memberikan dukungan penuh kepada BKSDA Sumbar dan Pagari dalam menjaga keanekaragaman hayati dan ekosistem.
"Kami siap memberikan dukungan dalam menjaga biodiversitas hayati dan ekosistem dari program kegiatan yang akan dilakukan kedepannya," tegas Fernando. Dukungan ini menunjukkan komitmen jangka panjang dalam upaya konservasi harimau Sumatera dan pelestarian habitatnya.
Wali Nagari Koto Tinggi, Insanul Rijal, menyambut baik pembentukan Pagari. Ia melihat Pagari sebagai solusi efektif untuk merespon cepat informasi konflik satwa liar di wilayahnya yang berbatasan langsung dengan habitat harimau Sumatera. "Kehadiran Pagari bisa memberikan respon cepat terhadap informasi terjadinya konflik," kata Insanul Rijal.
Dengan adanya pelatihan dan pembentukan Pagari, diharapkan konflik antara manusia dan harimau Sumatera dapat diminimalisir. Kerja sama antara BKSDA Sumbar, Yayasan SINTAS Indonesia, dan masyarakat setempat menjadi kunci keberhasilan program ini dalam menjaga kelestarian harimau Sumatera dan kesejahteraan masyarakat.