BPOM Percepat Akses Obat Inovatif Lewat Mekanisme Reliance
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mempercepat akses publik ke obat inovatif melalui mekanisme reliance, memangkas waktu evaluasi dan memperkuat kolaborasi internasional.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan keberhasilannya dalam mempercepat akses publik terhadap obat-obatan inovatif melalui penerapan mekanisme reliance. Mekanisme ini, yang mengacu pada hasil evaluasi dari negara-negara dengan sistem pengawasan obat terpercaya, terbukti mampu menyederhanakan proses dan memangkas waktu evaluasi. Hal ini sejalan dengan komitmen BPOM untuk memprioritaskan keamanan, efikasi, dan mutu produk obat yang memenuhi standar internasional.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menjelaskan bahwa mekanisme reliance telah terbukti efektif dalam mengefisiensikan sumber daya dan mengurangi birokrasi. Penerapannya merupakan langkah besar dalam modernisasi sistem pengawasan obat di Indonesia. Dengan sistem ini, diharapkan akses masyarakat terhadap pengobatan yang lebih baik dan inovatif dapat terwujud lebih cepat.
Percepatan akses terhadap obat-obatan inovatif ini sangat penting, terutama dalam konteks peningkatan kualitas kesehatan masyarakat di Indonesia dan Asia. BPOM berharap dapat memfasilitasi pengambilan keputusan regulatori yang lebih cepat dan efisien, tanpa mengorbankan aspek keamanan, efikasi, dan mutu produk. Komitmen terhadap standar internasional tetap menjadi prioritas utama.
Mekanisme Reliance dan Dampaknya
Penerapan mekanisme reliance telah memberikan dampak signifikan terhadap kecepatan proses evaluasi obat. BPOM berhasil memangkas waktu evaluasi registrasi obat dari 120 hari kerja menjadi 90 hari kerja. Hal ini memungkinkan masyarakat Indonesia untuk lebih cepat mengakses obat-obatan yang dibutuhkan, termasuk obat terapi lanjutan (advanced therapy medicinal products/ATMP).
Beberapa produk obat dan vaksin telah berhasil memperoleh izin edar melalui skema reliance, antara lain Vaksin Dengvaxia, Perjeta untuk kanker payudara, serta obat malaria dan autoimun. Keberhasilan ini menunjukkan efektivitas dan efisiensi mekanisme reliance dalam mempercepat proses persetujuan obat tanpa mengkompromikan standar keamanan dan kualitas.
Inisiatif ini juga memperkuat kapasitas regulatori nasional melalui kolaborasi internasional dan optimalisasi sumber daya. Harmonisasi standar internasional semakin terwujud, sehingga Indonesia semakin selaras dengan praktik terbaik global dalam pengawasan obat.
Kolaborasi Internasional dan Pertemuan di Tokyo
Pengalaman Indonesia dalam menerapkan mekanisme reliance telah dibagikan dalam The 7th Asian Network Meeting (ANM) di Tokyo, Jepang. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut kerja sama antara BPOM dan Pharmaceutical and Medical Devices Agency (PMDA) Jepang yang telah terjalin sejak 2021.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh otoritas regulatori dari berbagai negara Asia, termasuk Cina, India, Singapura, Korea, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Jepang. Hal ini menunjukkan komitmen bersama untuk memperkuat kolaborasi regional dan bilateral dalam memastikan akses terhadap produk obat yang aman, efektif, dan bermutu.
Kepala BPOM berharap pertemuan ini dapat menjadi momentum untuk memperkuat kerja sama internasional dalam pengawasan obat. Kolaborasi yang erat dengan WHO dan regulator lain diyakini akan semakin mempercepat akses terhadap obat-obatan inovatif dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat secara global.
Dengan demikian, mekanisme reliance tidak hanya mempercepat proses persetujuan obat di Indonesia, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kapasitas regulatori nasional dan memperkuat kolaborasi internasional dalam bidang pengawasan obat. Hal ini menunjukkan komitmen BPOM dalam menyediakan akses yang lebih cepat dan efisien terhadap obat-obatan inovatif bagi masyarakat Indonesia, tanpa mengabaikan standar keamanan dan kualitas yang telah ditetapkan.
"Kami berupaya terus mempercepat akses terhadap obat-obatan inovatif dan memperkuat kapasitas nasional untuk mengatasi tantangan kesehatan masyarakat," ujar Kepala BPOM, Taruna Ikrar.