Bupati Morowali Tegas Tolak Pembangunan Intake Air PT BTIIG di Sungai Karaopa
Bupati Morowali menolak pembangunan intake air baku industri oleh PT BTIIG di Sungai Karaopa karena mengancam sumber kehidupan petani di tiga kecamatan lumbung pangan Morowali, langkah ini mendapat dukungan Gubernur Sulteng.

Bupati Morowali, Iksan Baharudin Abdul Rauf, dengan tegas menolak pembangunan intake air baku industri yang direncanakan oleh PT Baoshuo Taman Industry Investment Group (BTIIG) di Bendungan Sungai Karaopa. Penolakan tersebut disampaikan pada Rabu di Morowali, Sulawesi Tengah, dalam rapat lanjutan antara PT BTIIG, Gerakan Petani Indonesia Menggugat (Gapit), dan masyarakat dari Kecamatan Witaponda, Bumi Raya, dan Bungku Barat. Peristiwa ini terjadi setelah Gubernur Sulawesi Tengah mengeluarkan surat teguran resmi kepada PT BTIIG terkait rencana pembangunan tersebut.
Penolakan Bupati Morowali didasari pada kekhawatiran akan dampak pembangunan intake air terhadap pertanian di tiga kecamatan tersebut, yang merupakan lumbung pangan Kabupaten Morowali. Sungai Karaopa merupakan sumber kehidupan utama bagi para petani di wilayah ini, sehingga pembangunan intake air berpotensi mengancam mata pencaharian mereka dan ketahanan pangan daerah. Bupati Iksan menekankan bahwa pertanian di tiga kecamatan tersebut tidak boleh terganggu oleh kepentingan perusahaan.
Selain penolakan langsung, Bupati Iksan juga menyoroti pentingnya etika dan komunikasi perusahaan sebelum melakukan investasi. Ia mengingatkan PT BTIIG agar tidak hanya mengejar keuntungan semata, namun juga memperhatikan keberlangsungan hidup masyarakat. Pernyataan tegasnya, "Rakyat sekecil apa pun harus dilindungi. Prinsip kami, investasi tidak pernah ditolak. Tapi tolong, pamit dan ikuti prosedur yang berlaku. Silakan obrak-abrik wilayah lain, tapi jangan sentuh sawah kami," menunjukkan komitmen kuatnya untuk melindungi kepentingan warganya.
Penolakan Masyarakat dan Surat Teguran Gubernur
Penolakan Bupati Morowali terhadap rencana pembangunan intake air PT BTIIG mendapat dukungan dari Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid. Sebelumnya, Gubernur telah mengeluarkan surat teguran resmi kepada PT BTIIG pada 2 Mei 2025, bernomor 600.1.2/154 trs Cikasda. Surat tersebut merespon kekhawatiran masyarakat dari Kecamatan Bumi Raya dan Witaponda, khususnya para petani dan buruh tani, terkait dampak pembangunan terhadap akses air mereka.
Surat teguran Gubernur menekankan tiga poin penting, salah satunya adalah tidak adanya izin pengusahaan air dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah kepada PT BTIIG untuk Sungai Karaopa. Oleh karena itu, pengambilan air tanpa izin dianggap ilegal dan dapat dikenai sanksi hukum. Surat tersebut juga ditembuskan kepada Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tengah dan Bupati Morowali sebagai bentuk koordinasi antar lembaga pemerintah.
Ketegasan Gubernur dalam mengeluarkan surat teguran menunjukkan dukungan terhadap masyarakat dan komitmen pemerintah daerah untuk melindungi sumber daya alam dan kepentingan warganya. Langkah ini juga menegaskan pentingnya perusahaan untuk menaati peraturan dan prosedur yang berlaku sebelum melakukan investasi.
Surat teguran Gubernur menjadi bukti nyata bahwa pemerintah daerah serius dalam mengawasi aktivitas perusahaan dan memastikan bahwa investasi dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan dan sosial. Hal ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Dampak Potensial dan Langkah Selanjutnya
Penolakan pembangunan intake air PT BTIIG di Sungai Karaopa berpotensi menimbulkan dampak signifikan, baik bagi perusahaan maupun masyarakat. Bagi PT BTIIG, penolakan ini dapat menghambat rencana produksi dan operasional pabrik. Sementara bagi masyarakat, khususnya petani di tiga kecamatan, penolakan ini menjaga kelangsungan hidup dan mata pencaharian mereka.
Langkah selanjutnya yang perlu diambil adalah dialog dan negosiasi antara PT BTIIG, pemerintah daerah, dan perwakilan masyarakat. Perusahaan perlu mencari solusi alternatif untuk memenuhi kebutuhan air baku industri tanpa mengganggu sumber air vital bagi pertanian. Pemerintah daerah memiliki peran penting dalam memfasilitasi dialog dan memastikan tercapainya kesepakatan yang adil dan berkelanjutan.
Kejadian ini menyoroti pentingnya perencanaan pembangunan yang berkelanjutan dan memperhatikan aspek lingkungan serta sosial. Investasi asing harus dilakukan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat lokal dan lingkungan, bukan hanya mengejar keuntungan ekonomi semata. Transparansi dan komunikasi yang baik antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat sangat krusial untuk mencegah konflik dan memastikan pembangunan yang berkelanjutan.
Peristiwa ini juga menjadi pelajaran berharga bagi perusahaan-perusahaan lain yang berencana berinvestasi di daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam yang vital bagi kehidupan masyarakat. Perusahaan harus memperhatikan aspek lingkungan dan sosial dalam setiap rencana investasi untuk menghindari konflik dan memastikan keberlanjutan pembangunan.
Semoga ke depannya, akan tercipta keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan, serta terjaminnya kesejahteraan masyarakat. Pemerintah dan perusahaan harus bekerja sama untuk mencapai tujuan ini, dengan selalu memprioritaskan kepentingan masyarakat.