DPRD Bali Terima Tuntutan Penutupan Club Malam Atlas Terkait Dugaan Penistaan Agama
DPRD Bali menerima tujuh tuntutan warga terkait dugaan penistaan agama oleh Club Malam Atlas di Bali, yang menggunakan simbol Dewa Siwa sebagai latar pertunjukan, dan akan menindaklanjuti dengan penyelidikan dan potensi perda baru.
Denpasar, 7 Februari 2024 - Polemik penggunaan simbol Dewa Siwa dalam Club Malam Atlas di Bali berbuntut panjang. Ratusan warga Bali, yang tergabung dalam Yayasan Kesatria Keris Bali, menyerahkan tujuh tuntutan resmi kepada DPRD Bali pada Jumat lalu, mendesak penutupan club malam tersebut atas dugaan penistaan agama.
Wakil Ketua DPRD Bali, I Wayan Disel Astawa, membenarkan penerimaan tuntutan tersebut. "Kami menerima aspirasi tujuh poin dari masyarakat. Ini menyangkut penghormatan terhadap simbol-simbol keagamaan di Bali," ujarnya. Pernyataan ini menegaskan keseriusan DPRD dalam menanggapi keresahan masyarakat.
Tujuh Poin Tuntutan dan Tanggapan DPRD
Tujuh tuntutan utama yang diajukan meliputi penutupan sementara Club Malam Atlas, permohonan maaf resmi dari manajemen, proses hukum yang tegas, serta pembuatan Peraturan Daerah (Perda) yang melarang penggunaan simbol Hindu untuk hal-hal yang tidak pantas. Kegagalan memenuhi tuntutan ini berpotensi memicu aksi demonstrasi lebih lanjut dari warga.
I Ketut Putra Ismaya Jaya dari Yayasan Kesatria Keris Bali menjelaskan, "Tindakan ini telah menyakiti umat Hindu. Penutupan club malam, termasuk bagian pantai, adalah solusi yang kami dorong," katanya. Meskipun menyadari banyak umat Hindu bekerja di Club Malam Atlas, mereka tetap bersikukuh pada tuntutan penutupan dan perubahan fungsi lokasi tersebut.
DPRD Bali merespon tuntutan ini dengan membentuk tim investigasi dari Komisi I dan IV untuk menyelidiki lebih lanjut. "Kami akan meninjau ke lapangan, menggali informasi terkait kesengajaan penggunaan visual Dewa Siwa. Setelah itu, akan ada pertemuan dengan pihak terkait untuk mengambil keputusan yang mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan politik," jelas Disel Astawa. Proses ini menunjukkan pendekatan yang komprehensif dalam menyelesaikan masalah.
Kasus FINNS Beach Club dan Antisipasi Kejadian Berulang
Selain Club Malam Atlas, tuntutan juga menyinggung kasus FINNS Beach Club tahun lalu, yang juga diduga melakukan penistaan agama dengan menyalakan kembang api di lokasi ibadah umat Hindu. Ini menunjukkan pola yang perlu diantisipasi untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Yayasan Kesatria Keris Bali menekankan pentingnya ketegasan dari pihak berwenang dalam menangani kasus-kasus serupa.
Ismaya menambahkan, "Permohonan maaf yang sudah beredar di media sosial belum cukup. Kami minta permohonan maaf resmi dan terbuka melalui platform resmi Club Malam Atlas, seperti TikTok, Facebook, dan YouTube." Hal ini menekankan pentingnya transparansi dan pertanggungjawaban dari pihak manajemen Club Malam Atlas.
Potensi Perda Baru dan Langkah Ke Depan
Salah satu poin penting dalam tuntutan adalah desakan untuk membuat Perda yang mengatur penggunaan simbol agama. Jika disetujui, Perda ini akan menjadi payung hukum untuk mencegah penyalahgunaan simbol-simbol agama di masa mendatang. Langkah ini menunjukkan komitmen DPRD dalam melindungi nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal Bali.
Kesimpulannya, kasus Club Malam Atlas ini menyoroti pentingnya penghormatan terhadap simbol-simbol agama dan kearifan lokal. Langkah DPRD Bali dalam menindaklanjuti tuntutan masyarakat menunjukkan komitmen untuk menyelesaikan masalah ini secara adil dan bijaksana, dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait. Proses investigasi dan potensi lahirnya Perda baru diharapkan dapat memberikan solusi yang komprehensif dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang.