Fakta Mengejutkan 70% BUMD Tak Sehat: DPRD Jatim Peringatkan RUU BUMD Jangan Melemahkan Otonomi Daerah
DPRD Jatim mendesak agar RUU BUMD tidak melemahkan otonomi daerah, mengingat 70% BUMD di Indonesia saat ini dalam kondisi tidak sehat. Apa saja poin krusial yang disoroti?

Anggota Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur, Lilik Hendarwati, menyuarakan kekhawatirannya. Ia mengingatkan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) agar tidak melemahkan otonomi daerah dan semangat kemandirian ekonomi lokal.
Pernyataan ini disampaikan Lilik di Surabaya, Jawa Timur, pada Senin. Pihaknya menyambut baik inisiatif RUU BUMD sebagai upaya memperkuat peran BUMD dalam menopang perekonomian nasional berbasis potensi lokal. Namun, potensi sentralisasi kewenangan pusat perlu diwaspadai agar tidak mengintervensi kebijakan ekonomi daerah.
Lilik menekankan bahwa semangat utama regulasi harus berpihak pada kemandirian daerah. Tujuannya adalah memperkuat BUMD sebagai motor penggerak ekonomi lokal. Kebijakan seragam dari pusat dikhawatirkan menghambat inovasi dan daya saing antar daerah.
Tantangan dan Kekhawatiran Sentralisasi dalam RUU BUMD
Lilik Hendarwati menyoroti potensi sentralisasi kewenangan dalam RUU BUMD. Ia khawatir hal ini dapat mengikis semangat otonomi daerah yang telah diperjuangkan. Regulasi yang terlalu seragam berisiko mengabaikan kekhasan dan potensi unik setiap daerah.
Menurutnya, BUMD memiliki karakteristik yang berbeda di setiap wilayah. Oleh karena itu, pendekatan 'satu ukuran untuk semua' tidak akan efektif. BUMD seharusnya menjadi instrumen inovasi dan penguatan ekonomi yang berbasis pada lokalitas.
Intervensi pusat yang berlebihan dikhawatirkan menghambat fleksibilitas BUMD. Ini juga bisa menurunkan daya saing mereka di tingkat regional maupun nasional. Penting untuk menjaga keseimbangan antara regulasi dan kebebasan daerah.
Lilik juga menegaskan bahwa fungsi pengawasan DPRD tidak boleh dikebiri. DPRD adalah representasi rakyat yang bertugas memastikan BUMD dijalankan dengan dasar bisnis yang sehat dan transparan.
Rekomendasi Penguatan Tata Kelola BUMD Melalui RUU BUMD
Untuk mengatasi potensi masalah, Lilik mengusulkan beberapa poin penting dalam RUU BUMD. Salah satunya adalah keterlibatan aktif DPRD dalam pendirian, evaluasi, dan pengawasan BUMD. Hal ini penting untuk memastikan akuntabilitas.
Selain itu, rekrutmen direksi dan komisaris harus dilakukan secara profesional dan transparan. Ini bertujuan untuk menempatkan individu yang kompeten di posisi strategis. Pemberian insentif bagi BUMD inovatif juga diusulkan.
Insentif ini diberikan kepada BUMD yang mampu berinovasi dan menjalin kolaborasi strategis. Perlindungan aset serta sumber daya daerah dari potensi penguasaan pihak luar juga menjadi perhatian. Regulasi yang tepat diharapkan membantu BUMD "naik kelas".
Regulasi yang tepat dapat membantu BUMD "naik kelas" tanpa kehilangan peran sebagai penggerak ekonomi berbasis kearifan lokal. Lilik berharap pembahasan RUU ini melibatkan pemangku kepentingan daerah, termasuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Kondisi BUMD Saat Ini dan Urgensi RUU BUMD
Pemerintah tengah menyiapkan draf RUU tentang BUMD untuk diajukan ke DPR RI. Penyusunan regulasi ini dipicu oleh kondisi BUMD yang memprihatinkan. Sekitar 70 persen dari total 1.571 BUMD di Indonesia dinyatakan tidak sehat.
Angka ini mengejutkan, mengingat total aset BUMD mencapai lebih dari Rp1.200 triliun. Permasalahan utama seringkali berasal dari buruknya tata kelola perusahaan. Intervensi politik juga menjadi faktor krusial.
Penempatan manajemen yang kurang kompeten turut memperparah kondisi BUMD. Lilik menekankan bahwa kunci BUMD yang sehat dan kuat terletak pada tata kelola profesional dan transparan. Ini harus berpihak pada daerah, bukan kepentingan politik sesaat.
RUU BUMD diharapkan menjadi solusi untuk memperbaiki kondisi ini. Regulasi yang baik akan mendorong BUMD menjadi lebih mandiri dan berkontribusi nyata pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).