Geledah 21 Lokasi, KPK Sita Bukti Korupsi Proyek di OKU
KPK menggeledah 21 lokasi di OKU, Sumatera Selatan terkait dugaan korupsi proyek infrastruktur senilai puluhan miliar rupiah, menyita dokumen dan barang bukti elektronik.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah 21 lokasi di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, terkait penyidikan dugaan korupsi proyek infrastruktur. Penggeledahan berlangsung selama enam hari, dari tanggal 19 hingga 24 Maret 2025. Aksi ini merupakan tindak lanjut dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 Maret 2025 yang menjerat delapan pejabat, enam di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.
Penggeledahan dilakukan di berbagai lokasi, termasuk kantor pemerintahan seperti Kantor PUPR, Kantor Bupati, Kantor Sekretariat Daerah (Sekda), Kantor Badan Keuangan Daerah (BKAD), Kantor DPRD OKU, dan beberapa kantor dinas. Selain itu, KPK juga menggeledah rumah dinas Bupati, rumah para tersangka, dan rumah beberapa pihak yang diduga terkait kasus ini. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, menyatakan bahwa barang bukti elektronik dan dokumen penting berhasil disita.
Dugaan korupsi ini melibatkan proyek-proyek infrastruktur senilai puluhan miliar rupiah. Beberapa proyek yang menjadi sorotan antara lain rehabilitasi rumah dinas Bupati dan Wakil Bupati, pembangunan kantor Dinas PUPR, pembangunan jembatan, dan peningkatan beberapa ruas jalan. Total anggaran proyek-proyek tersebut mencapai lebih dari Rp50 miliar.
Penggeledahan dan Barang Bukti yang Disita
Penggeledahan yang dilakukan KPK di 21 lokasi tersebut membuahkan hasil berupa barang bukti elektronik dan dokumen penting. Di antara barang bukti yang disita adalah dokumen terkait Pokir (Pokok-Pokok Pikiran) DPRD OKU tahun 2025, dokumen kontrak sembilan proyek pekerjaan, dan voucher penarikan uang. Temuan ini menunjukkan adanya dugaan aliran dana yang tidak sesuai prosedur dan indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan proyek.
Rincian lokasi penggeledahan meliputi Kantor PUPR Kabupaten OKU, Kantor Bupati, Kantor Sekda, Kantor BKAD, Rumah Dinas Bupati (19 Maret); Kantor DPRD OKU, Bank Sumsel KCP Baturaja, Rumah Tersangka Umi Hartati, Kantor Dinas Perkim (20 Maret); Rumah Tersangka Nopriansyah, Rumah Tersangka M. Fauzi, Kantor Dinas Perpustakaan dan Arsip, Rumah Kepala Dinas Perpus dan Arsip, Kantor Bank BCA KCP Baturaja, Rumah Saudara A, Rumah Saudara AS (21 Maret); Rumah saudara M, Rumah Tersangka Ferlan Juliansyah, Rumah Tersangka M. Fahrudin, Rumah saudara RF (22 Maret); dan Rumah saudara MI, Rumah saudara AT, Rumah saudara I (24 Maret).
Proses penggeledahan ini menunjukkan keseriusan KPK dalam mengungkap dugaan korupsi di Kabupaten OKU. Bukti-bukti yang disita akan menjadi dasar untuk proses penyidikan lebih lanjut dan kemungkinan penetapan tersangka baru.
Tersangka dan Proyek yang Diduga Bermasalah
Setidaknya enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Nopriansyah (NOP) selaku Kepala Dinas PUPR OKU, Ferlan Juliansyah (FJ) dan M. Fahrudin (MFR) anggota DPRD OKU, Umi Hartati (UH) Ketua Komisi II DPRD OKU, serta dua pihak swasta, M. Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS). Mereka diduga terlibat dalam menerima dan memberikan suap terkait sembilan proyek infrastruktur.
Sembilan proyek yang diduga bermasalah meliputi: Rehabilitasi Rumah Dinas Bupati (Rp8,3 miliar), Rehabilitasi Rumah Dinas Wakil Bupati (Rp2,4 miliar), Pembangunan kantor Dinas PUPR (Rp9,8 miliar), Pembangunan jembatan Desa Guna Makmur (Rp983 juta), Peningkatan jalan poros Tanjung Manggus Desa Bandar Agung (Rp4,9 miliar), Peningkatan jalan Panai Makmur-Guna Makmur (Rp4,9 miliar), Peningkatan jalan unit 16 Kedaton Timur (Rp4,9 miliar), Peningkatan Jalan Letnan Muda MCD Juned (Rp4,8 miliar), dan Peningkatan Jalan Makarti Tama (Rp3,9 miliar).
KPK terus melakukan investigasi untuk mengungkap seluruh jaringan dan aliran dana dalam kasus ini. Proses hukum akan terus berjalan untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara.
Penyelidikan KPK ini diharapkan memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan meningkatkan transparansi dalam pengelolaan anggaran pemerintah daerah. Proses hukum yang transparan dan adil menjadi kunci untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik dan bebas dari korupsi.