KPK Geledah Dinas Perkim Lampung Tengah, Usut Kasus OTT di OKU Sumsel
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Dinas Perkim Lampung Tengah terkait kasus dugaan suap proyek di OKU, Sumsel, yang menjerat enam tersangka, termasuk kepala dinas PUPR dan anggota DPRD.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan terkait kasus dugaan suap proyek di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Kali ini, penyidik KPK menggeledah Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, Pertanahan, dan Cipta Karya (Perkim) Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah. Penggeledahan ini merupakan bagian dari rangkaian penyelidikan atas operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK sebelumnya di OKU.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, membenarkan penggeledahan tersebut. Ia menjelaskan bahwa penggeledahan ini terkait dengan perkara dugaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten OKU tahun anggaran 2024 sampai dengan 2025. Meskipun demikian, Tessa belum memberikan detail lengkap terkait penggeledahan tersebut dan berjanji akan memberikan informasi lebih lanjut setelah proses penggeledahan selesai.
Sebelumnya, KPK telah melakukan penggeledahan di 21 lokasi berbeda di Kabupaten OKU pada bulan Maret 2025. Lokasi-lokasi tersebut meliputi kantor pemerintahan, kantor perbankan, dan sejumlah rumah kediaman para tersangka dan pihak-pihak terkait. Penggeledahan ini menunjukkan keseriusan KPK dalam mengungkap kasus dugaan suap tersebut secara menyeluruh.
Penggeledahan di Berbagai Lokasi dan Tersangka yang Ditetapkan
Penggeledahan yang dilakukan KPK di Kabupaten OKU pada 19-24 Maret 2025 menyasar berbagai instansi dan kediaman sejumlah pihak. Beberapa lokasi yang digeledah antara lain Kantor PUPR Kabupaten OKU, Kantor Bupati, Kantor Sekretariat Daerah (Sekda), Kantor Badan Keuangan Daerah (BKAD), Rumah Dinas Bupati, Kantor DPRD OKU, Bank Sumsel KCP Baturaja, dan berbagai rumah kediaman tersangka dan pihak-pihak terkait. KPK juga menggeledah beberapa kantor dinas lain dan kantor cabang bank.
Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 15 Maret 2025 telah berhasil menangkap delapan orang pejabat di Kabupaten OKU. Dari jumlah tersebut, enam orang ditetapkan sebagai tersangka. Para tersangka terdiri dari Kepala Dinas PUPR OKU, tiga anggota DPRD OKU yang diduga sebagai penerima suap, dan dua orang dari pihak swasta sebagai pemberi suap. Keenam tersangka tersebut adalah Nopriansyah (NOP), Ferlan Juliansyah (FJ), M Fahrudin (MFR), Umi Hartati (UH), M Fauzi alias Pablo, dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).
Para tersangka diduga terlibat dalam kasus suap terkait sejumlah proyek infrastruktur di Kabupaten OKU. Proyek-proyek tersebut antara lain rehabilitasi rumah dinas bupati dan wakil bupati, pembangunan kantor Dinas PUPR, pembangunan jembatan, dan peningkatan beberapa ruas jalan. Total anggaran proyek yang diduga terkait dengan kasus suap ini mencapai puluhan miliar rupiah.
Proyek yang Diduga Terlibat Suap
Kasus dugaan suap ini melibatkan sejumlah proyek infrastruktur dengan nilai anggaran yang cukup besar. Berikut beberapa proyek yang diduga terkait dengan kasus tersebut:
- Rehabilitasi Rumah Dinas Bupati (Rp8,3 miliar)
- Rehabilitasi Rumah Dinas Wakil Bupati (Rp2,4 miliar)
- Pembangunan Kantor Dinas PUPR (Rp9,8 miliar)
- Pembangunan Jembatan Desa Guna Makmur (Rp983 juta)
- Peningkatan Jalan Poros Tanjung Manggus Desa Bandar Agung (Rp4,9 miliar)
- Peningkatan Jalan Panai Makmur-Guna Makmur (Rp4,9 miliar)
- Peningkatan Jalan Unit 16 Kedaton Timur (Rp4,9 miliar)
- Peningkatan Jalan Letnan Muda MCD Juned (Rp4,8 miliar)
- Peningkatan Jalan Makarti Tama (Rp3,9 miliar)
Proses hukum terhadap para tersangka masih berlangsung. Penggeledahan di Dinas Perkim Lampung Tengah menunjukkan bahwa KPK terus berupaya untuk mengungkap secara menyeluruh jaringan dan aliran dana dalam kasus dugaan suap ini. Publik menantikan perkembangan selanjutnya dari proses hukum yang sedang berjalan.
Dengan dilakukannya penggeledahan di Dinas Perkim Lampung Tengah, KPK menunjukkan komitmennya untuk menindak tegas setiap bentuk korupsi, termasuk yang terjadi di daerah. Hal ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.