Hakim Agung Jadi Saksi Sidang Kasus Suap Eks Pejabat MA Zarof Ricar
Hakim Agung Soesilo memberikan kesaksian dalam sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, dengan total nilai suap mencapai miliaran rupiah.

Sidang kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, memasuki babak baru dengan hadirnya saksi kunci, Hakim Agung Soesilo. Soesilo, yang diketahui sebagai ketua hakim dalam sidang kasasi perkara Ronald Tannur pada tahun 2024, memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin. Kasus ini berpusat pada dugaan pemufakatan jahat berupa pembantuan suap dalam penanganan perkara Ronald Tannur dan gratifikasi yang diterima Zarof Ricar selama menjabat di MA dari tahun 2012 hingga 2022.
Dalam kesaksiannya, Soesilo mengakui mengenal Zarof Ricar. Namun, ia membantah mengenal penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dan ibunda Ronald Tannur, Merizka Widjaja, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini. Selain Soesilo, persidangan juga menghadirkan dua saksi lainnya: Abdul Latif, dosen Universitas Jayabaya, dan Santi, Kabid Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian Administrasi Kependudukan Disdukcapil DKI Jakarta. Kehadiran saksi-saksi ini diharapkan dapat memperkuat konstruksi kasus yang sedang disidangkan.
Kasus ini melibatkan dugaan suap senilai Rp5 miliar yang ditujukan kepada hakim, serta gratifikasi yang diterima Zarof Ricar senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram. Dugaan pemufakatan jahat dilakukan bersama Lisa Rachmat, dengan tujuan menyuap hakim ketua Soesilo dalam perkara Ronald Tannur di tingkat kasasi. Zarof Ricar didakwa melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kronologi Kasus dan Dakwaan Terhadap Para Terdakwa
Dakwaan terhadap Zarof Ricar meliputi dugaan pemufakatan jahat untuk memberikan suap kepada hakim dan penerimaan gratifikasi dalam jumlah fantastis. Nilai suap yang diduga diberikan mencapai Rp5 miliar, sementara gratifikasi yang diterima mencapai Rp915 miliar dan 51 kilogram emas. Hal ini menunjukkan skala besar dugaan korupsi yang dilakukan oleh terdakwa selama bertugas di MA.
Selain Zarof Ricar, Merizka Widjaja didakwa memberikan suap sebesar Rp4,67 miliar kepada tiga hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk membebaskan anaknya. Hakim yang menerima suap tersebut adalah Erintuah Damanik (Hakim Ketua), Mangapul, dan Heru Hanindyo (Hakim Anggota). Sementara itu, Lisa Rachmat didakwa memberikan suap kepada hakim di PN Surabaya senilai Rp4,67 miliar dan hakim di MA sebesar Rp5 miliar.
Suap yang diberikan Lisa Rachmat diduga bertujuan untuk memengaruhi putusan perkara Ronald Tannur, baik di tingkat pertama maupun kasasi. Tujuannya adalah agar Ronald Tannur dibebaskan dari tuntutan hukum. Atas perbuatannya, Merizka Widjaja terancam pidana berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a jo. Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Lisa Rachmat terancam pidana berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a jo. Pasal 18 dan Pasal 15 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Saksi-Saksi Kunci dan Perkembangan Sidang
Persidangan menghadirkan beberapa saksi kunci, termasuk Hakim Agung Soesilo. Kesaksian Soesilo menjadi penting karena ia merupakan hakim ketua dalam sidang kasasi perkara Ronald Tannur. Meskipun Soesilo mengaku mengenal Zarof Ricar, ia membantah mengenal Lisa Rachmat dan Merizka Widjaja. Kehadiran saksi-saksi lainnya, seperti Abdul Latif dan Santi, diharapkan dapat memberikan gambaran lebih lengkap mengenai kasus ini.
Sidang ini menjadi sorotan publik karena melibatkan oknum pejabat tinggi di MA. Kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan dan penegakan hukum yang ketat di lembaga peradilan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan Indonesia. Proses persidangan akan terus berlangsung, dan diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan kebenaran di balik kasus dugaan suap dan gratifikasi ini.
Proses hukum akan terus berjalan untuk mengungkap seluruh fakta dan memastikan keadilan ditegakkan. Publik menantikan hasil akhir dari persidangan ini dan berharap kasus ini dapat menjadi pembelajaran penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.