IHSG Diprediksi Melemah: Sentimen Tarif Impor AS Berdampak Besar
Kebijakan tarif impor AS berpotensi membuat IHSG melemah, demikian proyeksi analis, di tengah respon beragam negara dan upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi dampak negatifnya.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan melemah akibat kebijakan tarif impor yang diterapkan Amerika Serikat (AS). Prediksi ini disampaikan Nico di Jakarta pada Selasa, 08 April. Ia menjelaskan bahwa dampak kebijakan tersebut belum akan berakhir dalam waktu dekat, meskipun sejumlah negara telah mengajukan negosiasi dengan AS. Proses negosiasi dan penyesuaian kesepakatan diperkirakan akan memakan waktu berbulan-bulan.
Nico memaparkan, "Berdasarkan analisa teknikal, kami melihat IHSG berpotensi melemah dengan support dan resistance 6.200 - 6.570." Ia menambahkan bahwa setiap kenaikan pasar yang terjadi justru berpotensi memicu penurunan yang lebih dalam lagi. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian yang masih membayangi pasar akibat kebijakan AS tersebut.
Situasi semakin kompleks dengan respon beragam dari negara-negara lain. Beberapa negara berupaya bernegosiasi dengan AS, sementara yang lain, seperti China, bersikap tegas dan siap menghadapi konsekuensi dari kebijakan tersebut. Ketidakpastian ini turut mempengaruhi sentimen pasar dan investor.
Dampak Kebijakan AS dan Respon Negara Lain
China, sebagai salah satu negara yang paling vokal menentang kebijakan AS, berencana mengenakan tarif sebesar 34 persen untuk semua impor dari AS mulai 10 April 2025. Langkah ini dinilai Nico sebagai bentuk tekanan bagi pelaku pasar dan investor. Di sisi lain, China, Jepang, dan Korea Selatan juga menunjukkan persatuan dalam memperdalam hubungan ekonomi melalui perdagangan bebas, sebagai upaya menghadapi dampak kebijakan AS.
Nico menyatakan, "Meskipun belum ada kesepakatan, namun pertemuan tersebut menunjukkan perasaan yang sama terhadap situasi dan kondisi yang ada saat ini, untuk menghadapi dampak dari kebijakan Trump." Pernyataan ini menggarisbawahi upaya negara-negara tersebut untuk mencari solusi bersama dalam menghadapi tantangan ekonomi global yang dipicu oleh kebijakan AS.
Kondisi ini juga menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap perekonomian global, terutama bagi negara-negara yang bergantung pada ekspor ke AS. Ketidakpastian yang tinggi membuat investor cenderung mengambil sikap wait and see, sehingga berdampak pada pergerakan IHSG.
Respon Pemerintah Indonesia dan Strategi Mitigasi
Di dalam negeri, Nico menekankan perlunya respon cepat dan tepat dari pemerintah untuk menjaga agar permintaan ekspor Indonesia tidak menurun dan kepercayaan investor tetap terjaga. Pemerintah Indonesia sendiri telah mengambil langkah-langkah strategis untuk mengurangi dampak negatif dari kebijakan tarif impor AS.
Salah satu strategi yang diterapkan adalah meningkatkan volume impor dari AS. Komoditas yang menjadi target peningkatan impor antara lain gandum, kapas, dan produk minyak serta gas. Strategi ini diharapkan dapat mengurangi tekanan tarif, mengingat neraca perdagangan AS terhadap Indonesia masih mencatat defisit sekitar 17,88 miliar AS pada tahun 2024.
Pemerintah juga berencana memberikan insentif fiskal dan non-fiskal, seperti penurunan tarif bea masuk, Pajak Penghasilan (PPh) impor, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor. Langkah ini bertujuan untuk mendorong peningkatan impor dari AS dan mengurangi dampak negatif dari kebijakan tarif impor AS terhadap perekonomian Indonesia.
Sebagai upaya diplomasi, pemerintah Indonesia juga berencana mengirim delegasi tingkat tinggi ke Washington DC untuk melakukan negosiasi. Delegasi tersebut akan dipimpin oleh Menko Perekonomian dan melibatkan kementerian terkait. Upaya ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Kesimpulan
Proyeksi melemahnya IHSG akibat kebijakan tarif impor AS menjadi perhatian utama. Respon beragam dari negara-negara lain dan strategi mitigasi yang dilakukan pemerintah Indonesia akan menentukan dampak jangka panjang dari kebijakan tersebut terhadap perekonomian Indonesia. Ketidakpastian yang masih tinggi memerlukan kewaspadaan dan antisipasi dari seluruh pemangku kepentingan.