Keluarga Korban Minta TNI AL Transparan Soal Autopsi Pembunuhan Jurnalis Juwita
Keluarga Juwita, jurnalis yang dibunuh, mendesak TNI AL untuk mengungkapkan hasil autopsi secara terbuka dan transparan demi keadilan dan kepercayaan publik.

Seorang jurnalis muda di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Juwita (23), ditemukan tewas pada 22 Maret 2025 di Gunung Kupang. Kematian Juwita yang awalnya diduga kecelakaan tunggal, kini terungkap sebagai kasus pembunuhan yang diduga dilakukan oleh seorang anggota Lanal Balikpapan berinisial J. Pihak keluarga korban, melalui kuasa hukumnya C Oriza Sativa, kini meminta transparansi dari TNI Angkatan Laut terkait hasil autopsi jenazah Juwita.
Gelar perkara yang melibatkan Polda Kalsel, Denpomal Balikpapan, dan Denpomal Banjarmasin telah dilaksanakan. Namun, yang menjadi sorotan adalah pelaksanaan gelar perkara tersebut dilakukan secara tertutup tanpa melibatkan keluarga korban, kuasa hukum, maupun rekan-rekan seprofesi Juwita. Hal ini menimbulkan kekecewaan mendalam bagi keluarga korban yang merasa haknya untuk mengetahui perkembangan kasus ini dirampas.
"Sangat disayangkan, pihak keluarga korban dilarang ikut gelar perkara yang dilaksanakan di Mako Polda Kalsel," ungkap C Oriza Sativa, kuasa hukum keluarga korban. Meskipun demikian, Oriza menekankan pentingnya transparansi, khususnya terkait hasil autopsi. Ia berharap TNI AL membuka hasil autopsi tersebut kepada publik, termasuk kepada keluarga korban, sebagai bentuk pertanggungjawaban dan komitmen terhadap penegakan hukum.
Desakan Transparansi Hasil Autopsi
Kuasa hukum keluarga korban, C Oriza Sativa, menegaskan pentingnya keterbukaan TNI AL terkait hasil autopsi. Informasi tersebut dinilai krusial, bukan hanya bagi keluarga korban yang berhak mengetahui penyebab kematian Juwita, tetapi juga bagi publik yang perlu diyakinkan atas komitmen TNI AL dalam menangani kasus ini. Keterbukaan ini, menurut Oriza, akan membangun kepercayaan publik terhadap transparansi TNI AL dalam menindak anggotanya yang melanggar hukum.
Oriza mengungkapkan kekecewaan keluarga atas larangan mengikuti gelar perkara. Meskipun menghormati kewenangan penyidik, ia berharap penyidik dari Denpomal dan Polda Kalsel bersikap terbuka dalam memberikan informasi. "Buka hasil autopsi supaya kita semua tahu apa sebenarnya yang terjadi, termasuk motif pembunuhan agar keluarga tahu dari bukti yang dimiliki penyidik," tegas Oriza.
Pihak TNI AL telah mengunjungi kediaman keluarga korban untuk bersilaturahmi dan melayat. Langkah ini dinilai sebagai bentuk empati, namun tidak cukup untuk menggantikan kebutuhan akan transparansi dan keterbukaan informasi terkait hasil autopsi. Keluarga korban dan publik menantikan penjelasan resmi dari TNI AL terkait temuan-temuan penting dalam proses autopsi.
Kronologi Kejadian dan Profil Korban
Pembunuhan Juwita terjadi pada 22 Maret 2025 di Gunung Kupang, Banjarbaru. Awalnya, kasus ini dianggap sebagai kecelakaan tunggal. Namun, temuan luka lebam di leher korban dan hilangnya ponsel korban menimbulkan kecurigaan. Warga yang menemukan jenazah Juwita juga tidak melihat tanda-tanda kecelakaan lalu lintas.
Juwita, seorang jurnalis media daring lokal di Banjarbaru dan Kabupaten Banjar, merupakan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalsel dan telah memiliki sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Ia dikenal sebagai jurnalis muda yang berdedikasi dan aktif dalam meliput berbagai peristiwa di daerahnya.
Terduga pelaku, anggota Lanal Balikpapan berinisial J, telah dibawa ke Pomal Banjarmasin untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Saat ini, petugas Pomal Banjarmasin tengah mengumpulkan berbagai barang bukti untuk memperkuat proses penyidikan.
Kasus pembunuhan Juwita ini menyita perhatian publik dan menimbulkan keprihatinan atas keselamatan jurnalis di Indonesia. Transparansi dan keadilan menjadi tuntutan utama keluarga korban dan masyarakat luas. Diharapkan proses hukum berjalan adil dan transparan sehingga terungkap motif pembunuhan serta pelaku dapat dihukum sesuai dengan perbuatannya.
Keluarga korban berharap agar TNI AL tidak hanya memberikan pernyataan simpati, tetapi juga menunjukkan komitmen nyata dalam mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi Juwita. Keterbukaan informasi, khususnya hasil autopsi, menjadi kunci penting dalam membangun kepercayaan publik dan memastikan proses hukum berjalan dengan baik.