KemenPANRB Terapkan Kerja Fleksibel Sejak Pandemi COVID-19
Kementerian PANRB telah menerapkan sistem kerja fleksibel, baik dari segi lokasi maupun waktu, sejak pandemi COVID-19, sebagai respons terhadap upaya efisiensi anggaran.
![KemenPANRB Terapkan Kerja Fleksibel Sejak Pandemi COVID-19](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/08/200057.568-kemenpanrb-terapkan-kerja-fleksibel-sejak-pandemi-covid-19-1.jpg)
Jakarta, 8 Februari 2024 - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) telah menerapkan sistem kerja fleksibel atau flexible working arrangement (FWA) sejak pandemi COVID-19. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Biro Data Komunikasi dan Informasi Publik KemenPANRB, Mohammad Avverouce, menanggapi rencana beberapa kementerian dan lembaga untuk mengimplementasikan sistem work from anywhere (WFA) guna menghemat anggaran.
Kebijakan Kerja Fleksibel KemenPANRB
Avverouce menjelaskan bahwa KemenPANRB telah menerapkan kebijakan fleksibilitas kerja secara internal pasca-pandemi. Fleksibilitas ini mencakup dua aspek utama: fleksibilitas lokasi dan fleksibilitas waktu. Untuk fleksibilitas lokasi, pegawai di unit kerja KemenPANRB diperbolehkan bekerja dari rumah (work from home/WFH) maksimal 30 persen dari total pegawai di unit kerja tersebut. Ini memberikan kelonggaran bagi pegawai untuk mengatur lokasi kerjanya.
Sementara itu, fleksibilitas waktu memberikan kesempatan kepada pegawai untuk memulai bekerja hingga pukul 09.00 WIB. Namun, mereka diwajibkan mengganti waktu kerja secara proporsional saat pulang, dengan maksimal delapan kali dalam sebulan. Avverouce menekankan bahwa kebijakan ini disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing unit kerja dan pegawai.
Langkah Efisiensi Anggaran: WFA dan WFO
Sebelumnya, Badan Kepegawaian Negara (BKN) juga telah mendorong penerapan sistem kerja dari mana saja (WFA) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (7 Februari 2024), Kepala BKN, Zudan Arif Fakrulloh, mengungkapkan bahwa BKN telah menetapkan 10 kebijakan untuk pegawainya, termasuk uji coba sistem WFA dan work from office (WFO).
BKN mengusulkan formula 2 hari WFA dan 3 hari WFO dalam seminggu. Menurut Zudan, ini merupakan langkah awal efisiensi anggaran untuk mengurangi biaya operasional yang tidak perlu. Penerapan ini juga sekaligus menguji keandalan sistem digitalisasi manajemen ASN melalui Sistem Informasi ASN (SIASN) terintegrasi. Zudan berharap efisiensi anggaran ini dapat meningkatkan efektivitas kinerja BKN.
Integrasi Teknologi dan Efektivitas Kerja
Penerapan sistem kerja fleksibel, baik di KemenPANRB maupun BKN, menunjukkan upaya pemerintah untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan meningkatkan efisiensi. Sistem kerja yang fleksibel memungkinkan ASN untuk bekerja lebih produktif dan seimbang, sekaligus memberikan penghematan anggaran. Namun, suksesnya sistem ini sangat bergantung pada dukungan infrastruktur teknologi yang memadai dan komitmen dari seluruh ASN untuk tetap produktif dan bertanggung jawab.
Ke depannya, pengembangan sistem kerja fleksibel perlu dikaji secara menyeluruh untuk memastikan keseimbangan antara efisiensi anggaran, produktivitas kerja, dan kesejahteraan ASN. Evaluasi berkala dan adaptasi terhadap perkembangan teknologi akan menjadi kunci keberhasilan implementasi sistem kerja fleksibel di Indonesia.
Sistem kerja fleksibel ini juga membuka peluang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ASN. Dengan fleksibilitas waktu dan lokasi kerja, ASN dapat lebih mudah mengatur waktu untuk pengembangan diri dan meningkatkan kompetensi. Hal ini pada akhirnya akan berdampak positif pada kinerja dan produktivitas ASN secara keseluruhan.
Implementasi kebijakan ini juga perlu diimbangi dengan pengawasan yang ketat untuk memastikan akuntabilitas dan kinerja ASN tetap terjaga. Sistem monitoring dan evaluasi yang efektif dibutuhkan untuk memastikan bahwa sistem kerja fleksibel tidak berdampak negatif pada pelayanan publik.
Kesimpulannya, penerapan sistem kerja fleksibel merupakan langkah strategis pemerintah dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja ASN. Namun, kesuksesan implementasi kebijakan ini membutuhkan dukungan infrastruktur teknologi yang memadai, komitmen dari seluruh ASN, dan sistem pengawasan yang efektif.