Komnas HAM Dorong Pembahasan RUU KUHAP yang Partisipatif dan Berkeadilan
Komnas HAM mendorong pembahasan RUU KUHAP dengan mengedepankan partisipasi publik, keadilan substantif, perlindungan kelompok rentan, dan penghormatan HAM.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) mendorong agar pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dilakukan secara partisipatif. Komnas HAM menekankan tiga prinsip utama yang harus dikedepankan, yaitu memenuhi hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk mendapatkan penjelasan. Pembahasan RUU KUHAP yang partisipatif diharapkan dapat mewujudkan pendekatan hukum acara yang menjunjung tinggi prinsip keadilan substantif, perlindungan terhadap kelompok rentan, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Anggota Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro, menyampaikan bahwa partisipasi publik dan sinergi antarlembaga menjadi kunci utama dalam memastikan terwujudnya sistem hukum acara pidana yang lebih humanis dan berkeadilan. Komnas HAM mengajak seluruh elemen masyarakat untuk aktif memberikan masukan dan ikut mengawal proses pembaruan KUHAP. Hal ini dilakukan demi mewujudkan sistem hukum yang lebih berpihak pada keadilan dan kemanusiaan dengan perspektif HAM.
Komnas HAM menyambut baik rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas RUU KUHAP secara seksama dan tidak tergesa-gesa. Waktu pembahasan yang memadai diharapkan dapat menjadi momentum bagi DPR untuk menerima masukan dari berbagai elemen masyarakat. Elemen masyarakat tersebut terdiri dari masyarakat sipil, akademisi, praktisi hukum, dan lembaga negara lainnya.
Partisipasi Publik sebagai Pilar Utama RUU KUHAP
Atnike Nova Sigiro menjelaskan bahwa hak untuk didengar merupakan hak publik untuk memiliki kesempatan menyampaikan pendapat secara bebas dan efektif dalam pengambilan keputusan. Mekanisme ini dapat diimplementasikan melalui rapat dengar pendapat, konsultasi, atau forum diskusi RUU KUHAP yang diselenggarakan secara terbuka. Dengan demikian, setiap suara dari masyarakat dapat didengar dan dipertimbangkan.
Hak untuk dipertimbangkan, menurut Atnike, adalah hak publik agar masukan dan pendapat yang disampaikan mengenai RUU KUHAP dapat dianalisis dan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. "Sehingga masukan dan pendapat ini tidak hanya didengar namun dianalisis dan dipertimbangkan dalam muatan kebijakan," ujarnya.
Selanjutnya, hak untuk mendapatkan penjelasan mencakup perlunya publik menerima informasi secara terang dan transparan mengenai kebijakan atau keputusan yang diambil, terutama jika keputusan tersebut berbeda dengan masukan dan pendapat yang telah disampaikan. Transparansi ini penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses legislasi.
Sinergi Antarlembaga untuk KUHAP yang Humanis
Komnas HAM menekankan pentingnya sinergi antarlembaga dalam proses pembaruan KUHAP. Keterlibatan berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, akademisi, praktisi hukum, dan lembaga negara lainnya, akan memastikan bahwa KUHAP yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Sinergi ini juga akan memperkuat legitimasi dan efektivitas KUHAP dalam praktiknya.
Menurut Atnike, masukan dari berbagai pihak diperlukan guna memastikan pembaruan KUHAP benar-benar menjawab kebutuhan keadilan masyarakat serta menjamin penghormatan terhadap hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan seluruh pihak dalam peradilan pidana. Dengan demikian, KUHAP yang baru diharapkan dapat menjadi instrumen hukum yang lebih humanis dan berkeadilan.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyatakan bahwa pembahasan RUU KUHAP di parlemen tidak akan dilakukan secara terburu-buru. "Saya rasa tidak terlalu lama, tapi juga tidak akan terburu-buru. Ya, kita lihatlah dalam periode sekarang ini," kata Adies di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/4).
Adies menambahkan bahwa pembahasan RUU KUHAP saat ini masih dalam tahap rapat dengar pendapat dengan berbagai elemen masyarakat. DPR berupaya untuk mendengarkan masukan dan aspirasi dari masyarakat sebanyak mungkin sebelum mengambil keputusan akhir.
Dengan pembahasan yang cermat dan partisipatif, diharapkan RUU KUHAP dapat menjadi landasan hukum yang kuat bagi sistem peradilan pidana yang lebih adil, transparan, dan menghormati hak asasi manusia.