Korupsi Dana KUR: Kejari Padang Tetapkan Dua Tersangka, Negara Rugi Rp1,9 Miliar
Kejari Padang telah menetapkan dua tersangka dalam kasus korupsi dana KUR senilai Rp1,9 miliar, melibatkan oknum pegawai bank dan calo yang memalsukan data debitur.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang, Sumatera Barat, mengungkap kasus korupsi penyalahgunaan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) di salah satu bank BUMN. Dua tersangka, UA dan DK, telah ditetapkan pada April 2025. Kasus ini mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp1,9 miliar, melibatkan manipulasi data dan pencairan dana KUR kepada debitur fiktif.
Kepala Kejari Padang, Aliansyah, menyatakan penyidikan masih berlanjut dengan pemeriksaan puluhan saksi, terutama debitur yang namanya digunakan secara ilegal. Hampir lima puluh saksi telah dimintai keterangan sejak April lalu. Proses pemeriksaan saksi untuk tersangka UA hampir rampung, sementara pemeriksaan untuk tersangka DK masih berlangsung.
Kasus ini melibatkan penyalahgunaan dana KUR periode 2022-2023. Kedua tersangka diduga menggunakan dana tersebut untuk gaya hidup pribadi. Kejari Padang berkomitmen untuk menyelesaikan penyidikan dan memulihkan keuangan negara dengan melacak aset milik tersangka.
Kronologi Kasus Korupsi Dana KUR
Tersangka UA, seorang perempuan, ditetapkan lebih dulu sebagai tersangka pada 10 April 2025. Sepekan kemudian, DK, seorang oknum pegawai bank BUMN, juga ditetapkan sebagai tersangka. DK berperan sebagai mantri bank yang memiliki otoritas dalam proses pengajuan dan pencairan dana KUR.
UA berperan sebagai calo yang merekrut warga sebagai calon debitur di wilayah Simpang Haru, Padang. UA mengumpulkan dokumen identitas calon debitur dan menyerahkannya kepada DK. DK seharusnya melakukan verifikasi lapangan dan menilai kelayakan usaha, namun ia menyalahgunakan wewenang dan memfasilitasi pencairan dana KUR kepada 51 debitur fiktif.
Data usaha, termasuk foto lokasi dan izin usaha, dibuat secara fiktif dengan sepengetahuan dan persetujuan kedua tersangka. Dana KUR yang dicairkan, berkisar antara Rp30 juta hingga Rp100 juta per debitur, dikuasai oleh UA, sementara DK juga mendapat bagian keuntungan.
Kedua tersangka awalnya membayar cicilan secara bertahap, namun sejak Januari hingga Juli 2024 terjadi kemacetan pembayaran (kolektibilitas 5), menyebabkan 51 pinjaman ditutup bukunya. Hal ini menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai lebih dari Rp1,9 miliar.
Modus Operandi dan Peran Tersangka
Modus operandi kedua tersangka melibatkan manipulasi data dan pencairan dana KUR kepada debitur yang tidak memenuhi syarat. DK, sebagai mantri bank, memiliki peran dominan dalam memuluskan proses pencairan dana secara ilegal. Ia menyalahgunakan kewenangan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain.
UA berperan sebagai perantara yang mengumpulkan data calon debitur dan menyerahkannya kepada DK. Keduanya bekerja sama untuk menciptakan data debitur fiktif dan memfasilitasi pencairan dana KUR. Setelah dana cair, uang tersebut dikuasai oleh UA, dan DK mendapatkan bagian dari keuntungan tersebut.
Program KUR yang seharusnya digunakan untuk mendukung UMKM, justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi oleh kedua tersangka. Perbuatan mereka melanggar pasal 2 ayat (1), Juncto (Jo) pasal 3, Jo 8 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Saat ini, kedua tersangka ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Anak Air Padang dan Lapas Perempuan. Kejari Padang terus berupaya untuk memulihkan keuangan negara dan menyelesaikan penyidikan kasus ini secepatnya.
Kejari Padang juga tengah menelusuri aset milik kedua tersangka untuk proses pemulihan keuangan negara. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan dana pemerintah, khususnya program KUR yang bertujuan untuk memberdayakan UMKM.