Korupsi KUR Petani Porang: Dua Terdakwa Dituntut 10,5 Tahun Penjara
Dua terdakwa kasus korupsi penyaluran KUR untuk petani porang di Lombok dituntut 10,5 tahun penjara dan denda ratusan juta rupiah oleh Jaksa Penuntut Umum.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman 10,5 tahun penjara bagi Wawan Kurniawan Issyaputra, mantan kepala cabang bank, dan Datu Rahdin Jaya Wangsa, mantan anggota DPRD Mataram, terkait kasus korupsi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk petani porang di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Perbuatan melawan hukum ini terjadi pada periode 2021-2022, merugikan negara dan para petani yang seharusnya mendapatkan dana KUR lebih besar.
Kasus ini terungkap setelah penyelidikan mendalam oleh Kejati NTB. Kedua terdakwa terbukti menyalahgunakan dana KUR yang diperuntukkan bagi petani porang. Modus yang digunakan cukup licik, memanfaatkan celah sistem dan kepercayaan para petani.
Selain hukuman penjara, JPU juga menuntut denda sebesar Rp500 juta untuk masing-masing terdakwa, dengan subsider 4 bulan kurungan jika denda tidak dibayar. Terdakwa Datu Rahdin juga dibebankan kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp13,25 juta, dengan subsider 5 tahun 3 bulan penjara.
Modus Korupsi KUR Petani Porang
Modus korupsi yang dilakukan kedua terdakwa terbilang sistematis. Wawan Kurniawan, selaku mantan kepala cabang bank, diduga terlibat dalam proses pencairan KUR yang tidak sesuai prosedur. Sementara Datu Rahdin, sebagai offtaker atau pengumpul data nasabah, memanfaatkan posisinya untuk mengalihkan dana KUR.
Terungkap bahwa para petani hanya menerima KUR sebesar Rp5 juta hingga Rp8,5 juta, jauh lebih rendah dari seharusnya, yaitu Rp50 juta per petani. Dana KUR yang telah dicairkan untuk 265 petani senilai Rp13,2 miliar, kemudian dialihkan oleh Datu Rahdin ke rekening perusahaannya, PT Global Bumi Gora, setelah rekening para nasabah diblokir.
Datu Rahdin memerintahkan anak buahnya untuk melakukan pemindahan dana secara ilegal. Hal ini menunjukkan adanya perencanaan dan kerja sama yang terstruktur antara kedua terdakwa dalam melancarkan aksinya.
Peran Kedua Terdakwa dan Bukti Persidangan
Peran Wawan Kurniawan sebagai mantan kepala cabang bank sangat krusial dalam memuluskan penyaluran KUR yang tidak sesuai prosedur. Ia diduga turut serta dalam proses pencairan dana yang kemudian disalahgunakan oleh Datu Rahdin.
Sementara Datu Rahdin, dengan memanfaatkan posisinya sebagai offtaker dan mantan anggota DPRD Mataram, mampu menghimpun data petani dan mengendalikan aliran dana KUR. Ia memanfaatkan kepercayaan para petani dan memanfaatkan celah sistem untuk memperkaya diri.
Bukti-bukti persidangan telah memperkuat dakwaan JPU. Terungkapnya aliran dana ke rekening perusahaan Datu Rahdin, serta keterangan saksi-saksi, menjadi bukti kuat atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan kedua terdakwa.
Dakwaan dan Pasal yang Dikenakan
Jaksa Penuntut Umum mendakwa kedua terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Pasal ini mengatur tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama.
Tuntutan 10,5 tahun penjara dan denda ratusan juta rupiah menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi, khususnya yang merugikan petani dan perekonomian nasional. Putusan hakim nantinya akan menjadi preseden penting dalam penegakan hukum di Indonesia.
Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan dan transparansi dalam penyaluran dana KUR agar tidak terjadi penyimpangan dan merugikan masyarakat.