Kurir Sabu 2,2 Kg di Medan Divonis 18-20 Tahun Penjara
Tiga kurir sabu-sabu seberat 2,2 kg di Medan divonis 18 hingga 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, dengan hukuman denda mencapai Rp2 miliar.

Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, telah menjatuhkan vonis terhadap tiga terdakwa kasus peredaran narkoba jenis sabu-sabu seberat 2,2 kilogram. Vonis tersebut dibacakan pada Jumat, 2 Mei 2025, oleh majelis hakim yang diketuai oleh Muhammad Shobirin. Ketiga terdakwa terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Vonis yang dijatuhkan bervariasi. Anend Naidu (30) divonis 18 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 8 bulan penjara. Sementara itu, Candra Bos (34) dan Aditya Raaz (20) masing-masing divonis 20 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsider 1 tahun penjara. Hakim Ketua Muhammad Shobirin menyatakan bahwa hal yang memberatkan ketiga terdakwa adalah karena mereka tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas narkoba. Sebagai hal yang meringankan, hakim mempertimbangkan pengakuan para terdakwa dan sikap sopan mereka selama persidangan.
Putusan tersebut diberikan setelah proses persidangan yang panjang. Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari kepada para terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menyatakan sikap, apakah menerima vonis atau mengajukan banding. Vonis yang dijatuhkan lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut Anend Naidu 20 tahun penjara dan denda Rp2 miliar, serta menuntut Candra Bos dan Aditya Raaz penjara seumur hidup.
Kronologi Penangkapan dan Peredaran Sabu
Kasus ini bermula pada 5 Agustus 2024, sekitar pukul 17.00 WIB. Candra Bos dihubungi oleh Laurensius (DPO) untuk menerima sabu-sabu dari Aditya Raaz. Keduanya bertemu di Jalan Pendidikan, Kelurahan Polonia, Medan, dan Aditya menyerahkan tas ransel berisi 2,4 kg sabu-sabu kepada Candra.
Sepanjang Agustus hingga awal September 2024, Candra beberapa kali menerima perintah dari Laurensius untuk menyerahkan sabu-sabu kepada Aditya dalam jumlah bervariasi. Candra juga mengantarkan sabu-sabu seberat 1 kg kepada Aditya. Pada 23 Agustus 2024, Candra diminta membagi 1 kg sabu-sabu menjadi 10 paket kecil (100 gram/paket), dan menyerahkan tiga paket kepada Aditya. Penyerahan tiga paket kecil sabu-sabu ini kembali terjadi pada 30 Agustus 2024.
Puncaknya terjadi pada 3 September 2024. Saat hendak menyerahkan 200 gram sabu-sabu kepada Aditya, Candra melihat beberapa mobil yang dicurigainya sebagai petugas kepolisian. Ia kemudian membuang ponselnya ke sungai dan diamankan di rumahnya pada malam harinya sekitar pukul 19.00 WIB oleh polisi. Sebelumnya, polisi telah menangkap Aditya dan Anend. Penggeledahan di rumah Candra menemukan 2,2 kg sabu-sabu.
Ketiga terdakwa dan barang bukti kemudian dibawa ke Ditresnarkoba Polda Sumatera Utara untuk proses hukum lebih lanjut. Kasus ini menjadi bukti nyata komitmen penegak hukum dalam memberantas peredaran narkoba di Indonesia.
Pertimbangan Hakim dan Tuntutan JPU
Hakim mempertimbangkan beberapa hal dalam menjatuhkan vonis, termasuk pengakuan para terdakwa dan sikap mereka selama persidangan. Namun, hakim juga mempertimbangkan hal yang memberatkan, yaitu ketidakdukungan para terdakwa terhadap program pemerintah dalam memberantas narkoba. Hal ini menunjukkan keseriusan pengadilan dalam menangani kasus narkoba.
Sementara itu, tuntutan JPU jauh lebih berat dibandingkan vonis hakim. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk bukti-bukti yang diajukan selama persidangan. Proses hukum selanjutnya akan bergantung pada sikap para terdakwa dan JPU apakah akan menerima vonis atau mengajukan banding.
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang bahaya peredaran narkoba dan pentingnya kerjasama antara masyarakat dan aparat penegak hukum dalam memberantasnya. Vonis yang dijatuhkan diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku dan menjadi peringatan bagi siapapun yang terlibat dalam peredaran narkoba.