Mantan Sestama Basarnas Divonis 5 Tahun Penjara Kasus Korupsi Rp20,44 Miliar
Mantan Sekretaris Utama Basarnas, Max Ruland Boseke, divonis 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta karena terbukti korupsi pengadaan kendaraan pada 2014 yang merugikan negara Rp20,44 miliar.

Mantan Sekretaris Utama (Sestama) Badan SAR Nasional (Basarnas) periode 2009-2015, Max Ruland Boseke, telah divonis 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Vonis tersebut terkait kasus korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan kendaraan pengangkut penyelamat pada tahun 2014. Kasus ini mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp20,44 miliar, dengan Max terbukti memperkaya diri sebesar Rp2,5 miliar.
Hakim Ketua Teguh Santoso menyatakan Max terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sesuai dakwaan alternatif pertama jaksa penuntut umum. Putusan ini dibacakan pada Kamis di Pengadilan Tipikor Jakarta. Selain hukuman penjara dan denda, Max juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp2,5 miliar; jika tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita dan dilelang.
Majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan antara lain, Max sebagai Sestama Basarnas tidak akuntabel, menikmati hasil korupsi, dan tidak efisien serta bertanggung jawab dalam penggunaan anggaran negara. Sementara hal yang meringankan adalah Max belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan, dan memiliki tanggung jawab keluarga.
Korupsi Pengadaan Kendaraan Basarnas
Kasus ini bermula ketika Max menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tahun anggaran 2014, Anjar Sulistiyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Muhammad Alfan Baharuddin sebagai Pengguna Anggaran. William Widarta, Direktur CV Delima Mandiri, turut terlibat dalam kasus ini. William mengikuti proses pelelangan dan melaksanakan pekerjaan tanpa mematuhi peraturan yang berlaku.
Penyimpangan terjadi pada pengadaan truk angkut personel 4WD senilai Rp10,05 miliar, dengan pembayaran Rp42,55 miliar namun realisasi hanya Rp32,5 miliar. Begitu pula pada pengadaan kendaraan pengangkut penyelamat senilai Rp10,38 miliar, terdapat pembayaran Rp43,54 miliar sementara realisasi hanya Rp33,16 miliar. Selisih inilah yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp20,44 miliar.
William terbukti memperkaya diri sebesar Rp17,94 miliar. Baik Max maupun William terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Vonis Terhadap Terdakwa Lainnya
Selain Max, dua terdakwa lain juga divonis. Anjar Sulistiyono divonis 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta, sedangkan William Widarta divonis 6 tahun penjara, denda Rp500 juta, dan wajib membayar uang pengganti Rp17,94 miliar. Vonis Max sama dengan tuntutan jaksa, Anjar lebih rendah, dan William lebih tinggi dari tuntutan awal.
Perlu dicatat bahwa sejak tahun 2006, William telah mengikuti berbagai lelang pekerjaan pengadaan, termasuk di Basarnas. Praktik-praktik koruptif yang dilakukan oleh para terdakwa ini mengakibatkan kerugian besar bagi keuangan negara dan merusak kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintahan.
Kerugian Negara dan Pembelajaran
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Kerugian negara yang signifikan akibat korupsi ini harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama para pejabat publik, untuk selalu menjalankan tugas dengan integritas dan bertanggung jawab.
Proses hukum yang telah berjalan diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya praktik korupsi serupa di masa mendatang. Pentingnya pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas menjadi kunci dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.