Mengapa RUU KUHAP Urgen Dirampungkan? Advokat Ungkap Pentingnya Demi Perlindungan HAM dan Harmonisasi Hukum
Ketua Umum Peradi SAI, Juniver Girsang, menekankan urgensi RUU KUHAP dirampungkan demi harmonisasi dengan KUHP baru dan peningkatan perlindungan HAM. Mengapa pembahasan ini tak bisa ditunda?

Jakarta, 21 Juli – Ketua Umum DPN Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI), Juniver Girsang, menegaskan urgensi pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP. Pernyataan ini disampaikan usai rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI di Jakarta pada Senin.
Menurut Juniver Girsang, seluruh organisasi advokat di Indonesia sepakat untuk mengimbau Komisi III DPR RI dan pemerintah agar melanjutkan pembahasan RUU KUHAP. Urgensi ini muncul karena RUU tersebut sangat krusial bagi sistem hukum di Indonesia, terutama dalam menghadapi tantangan dan perkembangan hukum yang ada.
Pengesahan RUU KUHAP menjadi sangat mendesak mengingat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru akan mulai berlaku pada tahun 2026. Tanpa adanya aturan acara pidana yang baru, implementasi KUHP tersebut dikhawatirkan tidak akan berjalan efektif dan optimal, sehingga tujuan dari KUHP baru dapat terganggu.
Harmonisasi KUHP dan KUHAP
Urgensi utama RUU KUHAP adalah untuk menciptakan harmonisasi dengan KUHP baru yang akan berlaku pada tahun 2026. Juniver Girsang menjelaskan bahwa tanpa adanya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru, implementasi KUHP akan terhambat. Ini karena KUHAP berfungsi sebagai panduan prosedural untuk menjalankan ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam KUHP.
Apabila RUU KUHAP tidak segera dirampungkan, akan terjadi kekosongan hukum acara yang dapat menyebabkan ketidakpastian dalam penegakan hukum. Kondisi ini berpotensi menimbulkan berbagai masalah interpretasi dan aplikasi di lapangan, menghambat tujuan reformasi hukum pidana Indonesia.
Oleh karena itu, penyelesaian RUU KUHAP menjadi prioritas untuk memastikan bahwa transisi ke KUHP baru berjalan mulus. Harmonisasi ini penting demi menciptakan sistem hukum pidana yang koheren, efektif, dan mampu menjawab tantangan zaman.
Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Peran Advokat
Selain harmonisasi hukum, RUU KUHAP juga sangat memadai dalam hal perlindungan hak asasi manusia (HAM). Salah satu poin penting yang diakomodasi adalah keterlibatan advokat sejak tahap awal proses hukum, mulai dari penyelidikan hingga eksekusi. Dengan RUU KUHAP, saksi dapat didampingi oleh penasihat hukum sejak penyelidikan dan penyidikan, yang diharapkan dapat mencegah dugaan rekayasa kasus.
RUU KUHAP terbaru juga memasukkan Pasal 140 ayat (2) yang menyatakan bahwa advokat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata selama menjalankan tugasnya secara profesional dan beretiket baik. Pasal ini merupakan kemajuan signifikan karena sebelumnya tidak ada, dan penting untuk melindungi advokat dari kriminalisasi saat membela klien.
Lebih lanjut, RUU KUHAP memberikan hak bagi advokat untuk mengajukan keberatan jika terjadi intimidasi atau pelanggaran prosedur oleh penyidik, dan keberatan tersebut wajib dituangkan dalam berita acara. Hal ini akan membuat proses penegakan hukum menjadi lebih transparan dan akuntabel, serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.
Membantah Anggapan dan Harapan ke Depan
Terkait proses pembahasan RUU KUHAP, Juniver Girsang menepis anggapan bahwa RUU tersebut dibahas secara terburu-buru. Ia menegaskan bahwa masukan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk akademisi, telah dilibatkan dalam proses penyusunan. Hal ini menunjukkan bahwa RUU KUHAP dirancang dengan mempertimbangkan berbagai perspektif dan kepentingan.
Juniver juga membantah klaim bahwa RUU KUHAP berpotensi melemahkan aparat penegak hukum. Sebaliknya, ia menilai bahwa aturan yang ada justru menguntungkan masyarakat karena mereka tidak lagi mudah ditekan atau direkayasa berkat pendampingan advokat sejak awal proses hukum. Ini akan mendorong profesionalisme advokat seiring dengan peningkatan peran dan perlindungan yang diberikan.
Dalam kesempatan tersebut, hadir pula sejumlah organisasi advokat yang mendukung percepatan RUU KUHAP, antara lain:
- Asosiasi Advokat Indonesia (AAI)
- Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN)
- Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI)
- Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI)
- Serikat Pengacara Indonesia (SPI)
- Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI)
- Kongres Advokat Indonesia (KAI)
- Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI)
- Federasi Advokat Republik Indonesia (FERARI)