Pakar Nilai Efisiensi Anggaran Rp256 Triliun Harus Sasar Sektor Produktif
Pemerintah perlu memastikan efisiensi anggaran Rp256,1 triliun yang telah ditetapkan dialokasikan ke program produktif demi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan layanan publik, bukan program populis yang kontraproduktif.
Efisiensi Anggaran Rp256 Triliun Harus Tepat Sasaran
Achmad Nur Hidayat, pakar kebijakan publik dari UPN Jakarta, menyoroti pentingnya pemerintah memastikan efisiensi anggaran Rp256,1 triliun yang telah diputuskan benar-benar digunakan untuk program produktif. Menurutnya, tanpa realokasi yang tepat, efisiensi tersebut justru bisa menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kualitas layanan publik.
Achmad memperingatkan agar efisiensi anggaran tidak digunakan untuk program populis yang belum tentu memberikan dampak signifikan. Ia mencontohkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) atau pembangunan tiga juta rumah tanpa perencanaan matang sebagai contoh kebijakan kontraproduktif. Menurutnya, masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah, membutuhkan hal-hal yang lebih fundamental seperti stabilitas harga, lapangan kerja, dan akses permodalan yang mudah.
Mencari Akar Masalah Inefisiensi
Achmad menjelaskan bahwa inefisiensi belanja negara seringkali diakibatkan oleh perencanaan anggaran yang buruk, birokrasi yang rumit, serta korupsi dan penyalahgunaan anggaran. Program-program yang tidak dilandasi kajian yang matang seringkali berakhir dengan pemborosan anggaran. Ia juga menekankan bahwa pemangkasan anggaran besar-besaran berpotensi menurunkan kualitas layanan publik dan menghambat kinerja kementerian/lembaga (K/L).
Lima Rekomendasi Menuju Efisiensi yang Efektif
Untuk memastikan efisiensi anggaran menghasilkan dampak positif, Achmad memberikan lima rekomendasi penting:
- Evaluasi menyeluruh pos belanja dengan audit internal untuk mengidentifikasi pengeluaran yang bisa dikurangi tanpa mengganggu kinerja.
- Penerapan penganggaran berbasis kinerja, sehingga setiap pengeluaran berorientasi pada hasil konkret, bukan hanya formalitas.
- Digitalisasi dan reformasi birokrasi untuk mengurangi biaya administrasi dan meningkatkan transparansi.
- Pengawasan ketat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kementerian Keuangan untuk memastikan efisiensi tidak merugikan layanan publik.
- Alokasi dana efisiensi ke program produktif seperti penciptaan lapangan kerja, dukungan industri padat karya, dan penurunan biaya permodalan UMKM.
Achmad berharap efisiensi anggaran tidak hanya menjadi penghematan angka semata, melainkan langkah menuju reformasi anggaran yang lebih transparan dan efektif. Ia menekankan pentingnya mengalokasikan dana hasil efisiensi ke program yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat agar kebijakan ini mendapat dukungan luas.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam suratnya (S-37/MK.02/2025) yang merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, telah menetapkan 16 pos belanja yang akan dipangkas anggarannya dengan persentase bervariasi (10% hingga 90%).
Kesimpulannya, efisiensi anggaran yang signifikan perlu diarahkan pada program-program produktif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Transparansi dan pengawasan ketat menjadi kunci keberhasilannya.