Polresta Mataram Ungkap Jaringan Pemesanan Ganja Online: Mahasiswa Terlibat!
Polresta Mataram mengungkap kasus pemesanan ganja online seberat 4,2 ons dari Malang yang melibatkan mahasiswa dan rekannya, dengan modus penjualan disamarkan lewat medsos.

Polresta Mataram berhasil mengungkap kasus menarik terkait peredaran narkoba. Sebuah paket berisi ganja seberat 4,2 ons berhasil diungkap, paket tersebut dipesan secara online dari Malang, Jawa Timur, dan dikirim ke Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Pengungkapan kasus ini berawal dari informasi yang diberikan oleh Bea Cukai Mataram, yang mencurigai paket tersebut. Empat orang telah diamankan dalam kasus ini, yang terdiri dari seorang mahasiswa, rekannya, tetangga mahasiswa, dan kekasih mahasiswa tersebut.
Penangkapan dilakukan pada Minggu, 27 April 2024, setelah dilakukan 'controlled delivery' oleh pihak kepolisian. Tersangka utama, MMF (23), seorang mahasiswa, ditangkap di alamat penerima paket. Dari pengakuan MMF, terungkap keterlibatan RJ (19), rekannya yang berperan sebagai perantara dan pemodal dalam transaksi tersebut. RJ lah yang memesan ganja melalui media sosial, dengan modus penjualan yang disamarkan sebagai penjual pakaian.
Modus ini cukup unik, karena akun media sosial penjual ganja tidak secara terang-terangan menawarkan narkoba. Hanya orang-orang tertentu yang bisa mengakses pembelian ganja melalui akun tersebut. Selain MMF dan RJ, dua orang lain juga terlibat, yaitu BEJ, tetangga MMF yang namanya digunakan sebagai penerima paket, dan EM, kekasih MMF, yang nomor teleponnya tertera sebagai penerima paket. Keempat orang tersebut menjalani tes urine, dan hanya RJ yang positif mengonsumsi ganja.
Pengungkapan Kasus Ganja Online di Mataram
AKP I Gusti Ngurah Bagus Suputra, Kepala Satresnarkoba Polresta Mataram, menjelaskan kronologi penangkapan. "Kasus ini terungkap berawal dari informasi Bea Cukai Mataram yang mengabarkan ada paket dari luar NTB masuk ke Mataram dengan tujuan wilayah Monjok, Kota Mataram," jelas AKP Bagus Suputra. Pihak kepolisian kemudian melakukan koordinasi dengan jasa ekspedisi untuk melakukan 'controlled delivery' hingga ke penerima paket.
MMF, sebagai penerima paket, mengaku patungan dengan RJ untuk membeli ganja tersebut seharga Rp5,5 juta. MMF memberikan modal Rp4,5 juta dari hasil gadai laptopnya, sedangkan RJ memberikan Rp1 juta. RJ juga yang mengenal pengirim ganja dan memesannya melalui media sosial. Modus penjual yang menyamarkan dagangannya sebagai pakaian berhasil diungkap oleh pihak kepolisian.
Meskipun nama BEJ dan EM tertera dalam pengiriman, mereka mengaku tidak mengetahui isi paket tersebut. BEJ mengaku namanya digunakan tanpa sepengetahuannya, sementara EM, kekasih MMF, hanya memiliki nomor teleponnya yang terdaftar sebagai penerima. Hasil tes urine menunjukkan MMF, BEJ, dan EM negatif, sedangkan RJ positif menggunakan ganja.
Modus Operandi dan Motif Para Tersangka
Modus operandi yang digunakan oleh para tersangka cukup rapi. Penjual ganja menggunakan media sosial untuk memasarkan barangnya, namun dengan cara yang terselubung. Akun media sosial tersebut seolah-olah menjual pakaian, sehingga hanya orang-orang tertentu yang tahu cara memesan ganja.
MMF dan RJ mengaku memesan ganja untuk dikonsumsi sendiri, namun mereka juga berencana untuk menjual kembali ganja tersebut. "Selain untuk konsumsi, selama ini MMF dan RJ ini sering beli di beberapa tempat. Karena lihat banyak peminatnya, jadi mereka coba untuk mulai bisnis ganja ini lewat kenalan di Malang," ungkap Bagus Suputra. Hal ini menunjukkan adanya potensi pengembangan jaringan peredaran ganja yang lebih luas.
Dari kasus ini terlihat betapa pentingnya pengawasan terhadap peredaran narkoba, terutama melalui media sosial. Modus operandi yang digunakan oleh para tersangka menunjukkan bahwa mereka cukup lihai dalam menyembunyikan kegiatan ilegal mereka. Polisi masih terus melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap jaringan peredaran ganja ini secara menyeluruh.
Polisi juga mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap modus penipuan dan penjualan barang terlarang melalui media sosial. Perlu kehati-hatian dalam bertransaksi online untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Kesimpulan
Pengungkapan kasus ini menjadi bukti kesigapan aparat kepolisian dalam memberantas peredaran narkoba. Modus operandi yang cukup canggih menunjukkan perlunya peningkatan kewaspadaan dan strategi dalam memberantas peredaran narkoba, terutama melalui media sosial. Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam bertransaksi online dan menghindari penggunaan narkoba.