Putusan Inkrah Tak Mengikat Kasus Hasto Kristiyanto, Jaksa KPK Tegas
Jaksa KPK menyatakan putusan perkara inkrah sebelumnya tidak mengikat dalam kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap yang melibatkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa putusan perkara inkrah sebelumnya tidak mengikat dalam persidangan kasus Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. Pernyataan ini disampaikan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis, menanggapi argumen Hasto dan tim kuasa hukumnya yang menyatakan kasus tersebut merupakan daur ulang dari perkara inkrah sebelumnya.
Hasto dan tim kuasa hukumnya berpendapat bahwa dakwaan jaksa bertentangan dengan putusan inkrah terhadap Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful Bahri. Mereka berdalih tidak ada fakta yang menunjukkan keterlibatan Hasto dalam putusan tersebut. Jaksa membantah argumen ini dengan menyatakan bahwa putusan perkara Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful Bahri tidak mengikat putusan majelis hakim yang menyidangkan perkara Hasto, terutama jika ditemukan fakta baru dalam penyidikan.
Sidang ini menjadi sorotan publik karena menyangkut figur penting di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Kasus ini melibatkan dugaan perintangan penyidikan dan suap, dengan Hasto sebagai terdakwa. Pernyataan jaksa ini menjadi poin penting dalam menentukan arah persidangan selanjutnya.
Tanggapan Jaksa Terhadap Eksepsi Hasto
Jaksa menyatakan bahwa argumen Hasto yang disampaikan dalam eksepsi pada 21 Maret 2024 bukan merupakan ruang lingkup eksepsi sesuai Pasal 156 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Mereka menilai argumen tersebut menunjukkan upaya Hasto untuk mengisolasi permasalahan keterlibatannya dalam pemberian suap. Jaksa menekankan bahwa surat dakwaan telah didukung bukti-bukti dari keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan barang bukti.
Lebih lanjut, jaksa menjelaskan bahwa pembuktian keterkaitan Hasto dengan kasus ini, termasuk niat jahat dan perbuatan jahatnya, merupakan materi pokok perkara yang akan dibuktikan dalam persidangan selanjutnya. Mereka menegaskan bahwa majelis hakim tidak terikat pada putusan pengadilan lain, mengacu pada Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 173 K/Kr/1963 dan Pasal 1 ayat (1) serta Pasal 3 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Dengan demikian, jaksa menolak argumen Hasto dan menyatakan bahwa putusan perkara inkrah sebelumnya tidak mengikat dalam kasus ini. Mereka berpendapat bahwa setiap kasus harus dinilai berdasarkan bukti-bukti yang ada, terlepas dari putusan pengadilan sebelumnya.
"Berdasarkan uraian tersebut, dalih penasihat hukum terdakwa sudah selayaknya ditolak," ucap jaksa.
Dakwaan Terhadap Hasto Kristiyanto
Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang melibatkan Harun Masiku sebagai tersangka pada periode 2019-2024. Dakwaan tersebut mencakup perintah Hasto kepada Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi Nur Hasan, untuk menenggelamkan telepon genggam milik Harun setelah penangkapan Wahyu Setiawan oleh KPK.
Selain itu, Hasto juga diduga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk melakukan hal yang sama. Tidak hanya itu, Hasto juga didakwa bersama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku memberikan uang sebesar 57.350 dolar Singapura (sekitar Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan pada periode 2019-2020.
Uang tersebut diduga diberikan agar Wahyu Setiawan mengupayakan KPU menyetujui permohonan pengganti antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih Dapil Sumatera Selatan I, Riezky Aprilia, untuk Harun Masiku. Atas perbuatannya, Hasto terancam pidana berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Persidangan ini akan terus berlanjut untuk mengungkap kebenaran atas dakwaan yang dilayangkan kepada Hasto Kristiyanto.