Tahukah Anda? DKP Gunungkidul Usulkan Koperasi Kelola SPBN untuk Atasi Masalah BBM Nelayan
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Gunungkidul mengusulkan Koperasi Desa Merah Putih atau Koperasi Nelayan setempat untuk mengelola SPBN di Pantai Sadeng, solusi atasi masalah BBM nelayan.

Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, tengah mengupayakan solusi jangka panjang bagi permasalahan akses bahan bakar minyak (BBM) bagi para nelayan. Sebuah usulan strategis telah diajukan, yakni pengelolaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di kawasan Pantai Sadeng oleh Koperasi Desa Merah Putih atau Koperasi Nelayan setempat.
Langkah ini diharapkan dapat memutus rantai distribusi BBM yang kerap terbebani sistem 'ijon' atau utang-piutang. Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Gunungkidul, Wahid Supriyadi, menjelaskan bahwa koperasi memiliki kapasitas kelembagaan yang kuat untuk tidak hanya mendistribusikan, tetapi juga mengelola bisnis BBM secara mandiri.
Dengan demikian, keberadaan SPBN Gunungkidul yang dikelola koperasi diharapkan mampu memberikan stabilitas pasokan BBM subsidi. Ini akan menjadi angin segar bagi ratusan nelayan di Pantai Sadeng yang selama ini menghadapi tantangan besar dalam operasional harian mereka, terutama saat hasil tangkapan tidak maksimal atau cuaca ekstrem.
Mengapa Koperasi Diusulkan sebagai Pengelola SPBN?
Penyaluran BBM kepada nelayan selama ini seringkali menggunakan sistem 'ijon', di mana nelayan berutang terlebih dahulu dan melunasi setelah mendapatkan hasil tangkapan. Sistem ini menjadi beban berat ketika hasil tangkapan tidak mencukupi, menyebabkan sirkulasi pembayaran tersendat dan subpenyalur mengalami kesulitan.
Akibatnya, nelayan terpaksa membeli BBM non-subsidi seperti Pertamax yang harganya jauh lebih tinggi, mencapai Rp12.500 per liter. Wahid Supriyadi menegaskan bahwa koperasi dapat memainkan peran strategis, bukan sekadar operator distribusi, melainkan juga sebagai pengelola bisnis yang menjembatani risiko sistem ijon.
Koperasi Desa Merah Putih atau Koperasi Mina Rejo Pantai Sadeng dinilai sudah eksis dan memiliki kapasitas kelembagaan yang memadai. Dengan pengelolaan SPBN oleh koperasi, diharapkan rantai distribusi BBM tidak terputus, dan nelayan dapat memperoleh BBM subsidi secara lebih stabil dan terjangkau.
Kendala Akses BBM Nelayan dan Solusi SPBN
Nelayan Pantai Sadeng secara terbuka menyatakan harapan besar atas kehadiran SPBN yang lokasinya dekat dengan pelabuhan. Selama ini, mereka menghadapi keterbatasan akses BBM subsidi yang berdampak langsung pada operasional harian mereka. Kondisi ini semakin terasa saat cuaca ekstrem atau ketika hasil tangkapan tidak maksimal, yang membuat biaya operasional membengkak.
Keterbatasan akses ini seringkali memaksa nelayan untuk membeli BBM dengan harga lebih tinggi di pasaran, mengurangi keuntungan yang mereka peroleh. Kehadiran SPBN di lokasi strategis dekat Pelabuhan Perikanan Pantai Sadeng akan memangkas waktu dan biaya yang dikeluarkan nelayan untuk mendapatkan BBM.
DKP Kabupaten Gunungkidul telah mengupayakan pengadaan SPBN ini melalui proses penyiapan lahan yang tidak jauh dari pelabuhan. Proses ini diharapkan dapat segera terealisasi untuk mendukung keberlanjutan mata pencaharian nelayan.
Proses Pengadaan SPBN dan Potensi Perikanan
Proses pengadaan SPBN di Gunungkidul telah memasuki tahap penyelesaian verifikasi dan validasi proposal di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selain itu, pengajuan izin Gubernur DIY untuk penggunaan Tanah Kas Kalurahan juga sedang berjalan. DKP Gunungkidul telah menyiapkan lokasi yang strategis dan sedang dalam proses perizinan ke dinas terkait, termasuk Dinas Pertanahan dan Tata Ruang serta Dinas Lingkungan Hidup.
Gunungkidul memiliki potensi produksi ikan tangkap yang signifikan. Dari total produksi perikanan tangkap di DIY yang mencapai lebih dari 5.000 ton per tahun, Pantai Sadeng menyumbang sekitar 3.000 ton. Namun, kebutuhan BBM nelayan belum sepenuhnya terpenuhi.
Realisasi konsumsi BBM jenis Pertalite oleh nelayan Gunungkidul pada tahun 2024 baru mencapai 873 kiloliter. Oleh karena itu, DKP mengusulkan peningkatan kuota menjadi 1.968 kiloliter untuk tahun 2025, guna memastikan ketersediaan BBM yang memadai bagi seluruh armada nelayan.
Data Nelayan dan Kebutuhan BBM di Gunungkidul
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan, jumlah nelayan pemilik kapal di Gunungkidul mencapai 72 orang, dengan sekitar 500 awak buah kapal (ABK). Armada yang beroperasi di wilayah ini sangat beragam, menunjukkan kebutuhan BBM yang bervariasi.
- 187 perahu jenis jungkung dengan bobot di bawah 5 Gross Ton (GT) yang menggunakan Pertalite dan Pertamax.
- 34 sekoci dengan bobot 5–30 GT yang menggunakan Solar.
- 9 kapal dengan bobot di atas 30 GT yang juga memerlukan BBM bersubsidi.
DKP berharap SPBN yang dikelola koperasi mampu menjadi solusi jangka panjang atas persoalan distribusi BBM. Ini sekaligus akan memperkuat ketahanan ekonomi nelayan, memastikan mereka dapat terus melaut dan berkontribusi pada produksi perikanan daerah.