TNI Jamin Tugas Siber Takkan Mata-matai Sipil, Fokus Tangkal Ancaman Negara
Kementerian Pertahanan memastikan tugas siber TNI yang baru berdasarkan UU TNI bukan untuk memata-matai warga sipil, melainkan melindungi kedaulatan negara dari ancaman siber.

Kepala Biro Humas Setjen Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang, memberikan klarifikasi terkait tugas pertahanan siber TNI yang diatur dalam Undang-Undang TNI terbaru. Klarifikasi ini disampaikan di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (27/3), menanggapi kekhawatiran publik. Beliau menegaskan bahwa tugas tersebut bukanlah untuk memata-matai warga sipil, melainkan untuk melindungi kedaulatan negara dari berbagai ancaman siber.
Brigjen TNI Frega menjelaskan bahwa di era demokrasi, kritik terhadap pemerintah dan instansi merupakan hal yang wajar sebagai bentuk ekspresi. Namun, tugas pertahanan siber TNI difokuskan pada operasi informasi dan disinformasi yang membahayakan kedaulatan negara dan keselamatan bangsa. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu khawatir UU TNI yang baru akan membatasi kebebasan berekspresi.
Lebih lanjut, Brigjen TNI Frega menjelaskan bahwa berbagai pihak eksternal sering melakukan operasi untuk menciptakan persepsi negatif, menyebarkan misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Tugas TNI di bidang siber bertujuan untuk menanggulangi ancaman-ancaman tersebut yang berdampak luas dan strategis bagi Indonesia.
Pertahanan Siber: Fokus pada Ancaman Nasional, Bukan Warga Sipil
Kementerian Pertahanan menekankan bahwa fokus utama pertahanan siber TNI adalah pada ancaman terhadap kedaulatan dan keselamatan negara. Hal ini meliputi serangan siber terhadap fasilitas data milik negara yang dapat mengganggu sektor-sektor vital seperti energi dan transportasi. Ancaman-ancaman tersebut memiliki dampak yang sangat luas dan strategis bagi Indonesia.
Brigjen TNI Frega memberikan contoh negara lain yang telah membentuk korps siber atau komando siber, seperti Singapura yang memiliki angkatan siber tersendiri. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan kemampuan pertahanan siber merupakan hal yang umum dilakukan oleh negara-negara di dunia untuk melindungi infrastruktur dan keamanan nasional.
Dalam menjalankan tugasnya, TNI akan berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kominfo, dan Polri. Kerjasama ini penting untuk menciptakan sistem pertahanan siber yang komprehensif dan efektif.
UU TNI Baru dan Perluasan Tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP)
Undang-Undang TNI yang baru telah memperluas kategori Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dari 14 menjadi 16 kategori. Dua kategori baru yang ditambahkan adalah membantu menanggulangi ancaman siber dan membantu penyelamatan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Penambahan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks di era digital.
Dengan adanya penambahan kategori OMSP ini, TNI memiliki landasan hukum yang kuat untuk menjalankan tugas pertahanan siber. Namun, sekali lagi ditekankan bahwa tugas ini semata-mata untuk melindungi kedaulatan negara dan bukan untuk memata-matai warga sipil.
Pemerintah berharap dengan adanya kolaborasi dan sinergi antar lembaga terkait, Indonesia mampu menghadapi ancaman siber dengan lebih efektif dan terintegrasi. Hal ini penting untuk menjaga keamanan dan stabilitas negara di tengah perkembangan teknologi yang pesat.
Kesimpulannya, pemerintah berupaya untuk memastikan bahwa tugas pertahanan siber TNI fokus pada perlindungan kedaulatan negara dan keselamatan bangsa, bukan untuk memata-matai warga sipil. Kolaborasi dengan berbagai pihak terkait menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks.