Wamendagri Ungkap 5 Landasan Pemerintah dalam RUU Pemilu: Perkuat Sistem Presidensial!
Wamendagri Bima Arya sebut pemerintah gunakan lima landasan penting dalam revisi UU Pemilu, termasuk penguatan sistem presidensial.

Jakarta - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengungkapkan pemerintah memiliki lima landasan utama dalam revisi Undang-Undang (UU) Pemilu. Landasan ini akan menjadi pertimbangan penting jika RUU tersebut nantinya dibahas di DPR.
Bima Arya menyampaikan, meskipun RUU Pemilu merupakan usul inisiatif dari DPR, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turut memiliki ide dan pemikiran konstruktif. Menurutnya, penyusunan RUU Pemilu tidak boleh hanya didasarkan pada kepentingan politik semata, tetapi harus mempertimbangkan aspek yang lebih luas.
“Paling tidak, kalau orang bertanya apa yang menjadi landasan pemerintah ketika ikut memikirkan tentang UU Pemilu ini, ada lima poin,” ujar Bima dalam Diskusi Publik tentang Revisi Paket RUU Pemilu yang diselenggarakan Partai Demokrat di Jakarta, Senin (19/5).
Memperkuat Sistem Presidensial
Landasan pertama yang ditekankan oleh Bima Arya adalah bahwa revisi UU Pemilu harus memperkuat sistem presidensial yang dianut Indonesia. Menurutnya, perubahan yang dilakukan tidak boleh justru mengarah pada sistem parlementer.
“Revisi itu tidak boleh berjalan mundur dan justru membuat sistem pemilu menjadi parlementer,” tegasnya.
Dengan memperkuat sistem presidensial, pemerintah berharap stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan dapat terus terjaga.
Meningkatkan Kualitas Representasi
Landasan kedua adalah perlunya UU Pemilu yang baru untuk meningkatkan kualitas representasi. Bima Arya menjelaskan bahwa terdapat berbagai opsi perbaikan sistem representatif yang dapat dipertimbangkan berdasarkan masukan dari para peneliti.
Kualitas representasi yang baik akan memastikan bahwa suara masyarakat terwakili secara adil dan proporsional di parlemen.
Hal ini menjadi krusial untuk menjaga legitimasi dan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan.
Penyederhanaan Sistem Kepartaian
Landasan ketiga yang disoroti adalah penyederhanaan sistem kepartaian. Bima Arya menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan dalam pemilu atau ambang batas parlemen harus mempertimbangkan aspek penyederhanaan kepartaian.
“Menyederhanakan sistem kepartaian tidak mudah, setiap saat bisa ada letupan fluktuasi,” ungkapnya.
Penyederhanaan ini diharapkan dapat menciptakan sistem politik yang lebih stabil dan efektif.
Otonomi Daerah dalam Desain Politik
Landasan keempat adalah pentingnya memperhatikan otonomi daerah dalam desain politik. Menurut Bima Arya, hal ini akan terkait dengan pembahasan usulan pemilihan kepala daerah (Pilkada) oleh DPRD.
“Nyambung nggak dengan konsep otonomi daerah? Nyambung nggak dengan sistem presidensial?” tanyanya.
Otonomi daerah yang kuat akan memastikan pembangunan daerah berjalan sesuai dengan kebutuhan dan potensi masing-masing.
Memperkokoh Integrasi Bangsa
Landasan kelima dan yang terakhir adalah bahwa RUU Pemilu harus memperkokoh integrasi bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bima Arya menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam setiap desain sistem politik.
“Jangan sampai desain sistem politik yang timbul justru memecah kesatuan bangsa. Jadi ini PR (pekerjaan rumah) bagi kita bersama, sehingga jangan sampai kepentingan politik menihilkan tadi semua,” pungkasnya.
Dengan demikian, pemerintah berharap RUU Pemilu dapat menjadi instrumen yang memperkuat fondasi negara dan menjaga keutuhan bangsa.