Wamendagri Ungkap Pemerintah Mulai Susun Draf RUU Pemilu, Libatkan Partisipasi Publik!
Wamendagri Bima Arya menyatakan pemerintah mulai menyusun draf RUU Pemilu dengan melibatkan partisipasi publik untuk hasilkan UU berkualitas.

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyampaikan bahwa pemerintah telah memulai penyusunan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengenai Pemilihan Umum (Pemilu). RUU ini diharapkan menjadi bagian dari paket UU Politik yang komprehensif.
Menurut Bima Arya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) saat ini aktif menyusun draf tersebut dan membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya. Langkah ini diambil dengan harapan aspirasi masyarakat dapat terakomodasi dengan baik, sehingga menghasilkan undang-undang yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan zaman. "Kementerian Dalam Negeri hari ini sedang menyusun draf, dan kita membuka ruang publik yang sangat besar," ujar Bima dalam diskusi publik di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin.
Bima Arya menambahkan, penyusunan RUU ini tidak hanya didasarkan pada kepentingan politik semata, tetapi juga harus mampu menyerap aspirasi dari berbagai kalangan, termasuk peneliti dan akademisi. Dengan melibatkan berbagai perspektif, diharapkan RUU yang dihasilkan akan lebih komprehensif dan dapat diterima oleh semua pihak. "Semua sudah ada perdebatan di belakang yang kita harus lanjutkan ke depan," katanya.
Koordinasi Lintas Kementerian dalam Penyusunan RUU Pemilu
Bima Arya menjelaskan bahwa RUU ini sebenarnya merupakan inisiatif dari DPR RI. Meskipun demikian, pemerintah juga memiliki perspektif tersendiri yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunannya. Saat ini, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memiliki kajian tersendiri mengenai RUU tersebut. Selain itu, Kemendagri juga melakukan koordinasi lintas kementerian untuk mematangkan pandangan pemerintah.
Koordinasi ini melibatkan berbagai kementerian terkait, mulai dari Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polhukam) hingga Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa RUU yang dihasilkan selaras dengan berbagai kebijakan dan peraturan yang berlaku. "Sekarang kami berkoordinasi untuk mematangkan pandangan pemerintah seperti apa," jelasnya.
Proses koordinasi yang melibatkan berbagai pihak ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menyusun RUU Pemilu yang komprehensif dan akomodatif. Dengan melibatkan berbagai perspektif, diharapkan RUU ini dapat menjadi landasan hukum yang kuat bagi pelaksanaan pemilu di masa depan.
Evaluasi Pemilu Sebelumnya dan Putusan MK Jadi Acuan
Indonesia telah melewati berbagai ajang politik yang kompleks. Pemilu yang telah dilaksanakan sebelumnya menyisakan berbagai catatan evaluasi yang penting untuk diperhatikan. Namun, Bima Arya menekankan bahwa evaluasi ini tidak berarti sistem yang telah digunakan akan dirombak total. Penyusunan RUU ini harus tetap menghargai sejarah yang telah dilalui dan mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi UU tentang Pemilu.
Menurutnya, penyusunan RUU Pemilu ini juga tidak boleh mengabaikan sejarah yang telah dilewati sekaligus harus mempelajari semua putusan MK terkait uji materi UU tentang Pemilu tersebut. "Kita coba sekarang ini melakukan kodifikasi. Mana-mana yang perlu untuk difokuskan, belum tentu semuanya, tapi isu-isu yang sangat krusial," katanya.
Dengan mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, diharapkan RUU Pemilu yang dihasilkan akan lebih matang dan mampu menjawab berbagai tantangan yang mungkin timbul di masa depan. RUU ini diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat dan stabil bagi pelaksanaan pemilu yang demokratis dan berkualitas.
Pemerintah berkomitmen untuk terus menyempurnakan sistem pemilu di Indonesia. Dengan melibatkan partisipasi publik dan mempertimbangkan berbagai aspek penting, diharapkan RUU Pemilu yang dihasilkan akan menjadi tonggak penting dalam sejarah demokrasi Indonesia.