Suara Anak Penting: Kak Seto Dorong Partisipasi dalam Regulasi Perlindungan Anak Digital
Kak Seto menekankan pentingnya mendengarkan suara anak dalam merumuskan regulasi perlindungan anak di ruang digital, mengingat dampak negatif media sosial dan perbedaan budaya di Indonesia.
![Suara Anak Penting: Kak Seto Dorong Partisipasi dalam Regulasi Perlindungan Anak Digital](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/06/230203.130-suara-anak-penting-kak-seto-dorong-partisipasi-dalam-regulasi-perlindungan-anak-digital-1.jpg)
Jakarta, 6 Februari 2024 - Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi atau Kak Seto, menyoroti pentingnya partisipasi anak dalam diskusi mengenai regulasi perlindungan anak di dunia digital. Pernyataan ini disampaikan langsung di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta, menekankan hak anak untuk didengar dan memberikan masukan dalam menentukan batasan usia yang tepat untuk perlindungan online.
Mendengarkan Suara Anak dalam Regulasi Digital
Kak Seto menegaskan bahwa anak-anak memiliki hak untuk berpartisipasi aktif dalam merumuskan kebijakan yang akan melindungi mereka di dunia maya. "Intinya adalah anak juga ingin menyampaikan pendapatnya mengenai masalah perlindungan anak di dunia digital ini," tegas Kak Seto. Pendapat anak-anak sangat krusial karena mereka yang paling merasakan dampak langsung dari regulasi tersebut. Melibatkan mereka secara langsung memastikan regulasi yang dibuat relevan dan efektif.
Menentukan Batasan Usia yang Tepat
Salah satu poin penting dalam kajian penguatan regulasi ini adalah menentukan batasan usia untuk penerapan aturan pembatasan akses konten digital. Berbagai usulan muncul, mulai dari 13 tahun, 15 tahun, 17 tahun, hingga 18 tahun. Namun, hingga saat ini belum ada kesepakatan final mengenai usia minimum yang akan dikenai batasan akses tersebut. Perdebatan ini menunjukkan kompleksitas masalah dan perlunya pertimbangan matang dari berbagai aspek.
Tantangan Budaya dan Adat Istiadat
Pembahasan regulasi ini juga menghadapi tantangan kompleksitas budaya dan adat istiadat di Indonesia. Berbagai daerah memiliki norma dan kebiasaan yang berbeda dalam hal pengasuhan anak dan penggunaan teknologi. Oleh karena itu, regulasi yang dibuat perlu mempertimbangkan keragaman tersebut agar adil dan efektif di seluruh wilayah Indonesia. Menciptakan regulasi yang inklusif dan mengakomodasi perbedaan budaya menjadi kunci keberhasilannya.
Dampak Negatif Media Sosial
Kak Seto juga menyoroti dampak negatif media sosial terhadap anak, seperti kasus cyberbullying, kecanduan internet, hingga tindakan ekstrem seperti runaway dan bunuh diri. Fakta ini semakin menguatkan urgensi perlindungan anak di ruang digital. Regulasi yang komprehensif dan efektif sangat dibutuhkan untuk meminimalisir risiko tersebut dan menciptakan lingkungan digital yang lebih aman bagi anak.
Apresiasi terhadap Kominfo
Kak Seto menyampaikan apresiasi kepada Kominfo atas upaya dalam mewujudkan regulasi perlindungan anak di ruang digital. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam melindungi anak-anak Indonesia di dunia maya. Kerja sama antara LPAI dan Kominfo diharapkan dapat terus berlanjut untuk memastikan regulasi yang dihasilkan efektif dan mampu memberikan perlindungan optimal bagi anak.
Kesimpulan: Kolaborasi untuk Perlindungan Anak
Kesimpulannya, partisipasi anak dalam perumusan regulasi perlindungan anak di ruang digital sangat penting. Regulasi yang baik harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk batasan usia, keragaman budaya, dan dampak negatif media sosial. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga perlindungan anak, dan anak-anak sendiri sangat krusial untuk menciptakan lingkungan digital yang aman dan mendukung tumbuh kembang anak Indonesia.