CISDI Rekomendasikan Tiga Langkah Penting Perbaikan Program MBG
CISDI memberikan tiga rekomendasi untuk meningkatkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) meliputi regulasi yang jelas, perencanaan yang lebih baik, dan jaminan pemenuhan gizi serta keamanan pangan.
Jakarta, 6 Februari 2025 - CEO Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Satyani Saminarsih, menyoroti perlunya peningkatan mutu Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia. Dalam diskusi daring Kamis lalu, beliau menyampaikan tiga rekomendasi kunci untuk mencapai tujuan tersebut: penyusunan regulasi yang komprehensif, peningkatan kualitas perencanaan program, dan penjaminan pemenuhan gizi serta keamanan pangan.
Regulasi yang Kuat untuk MBG
Diah menekankan pentingnya payung hukum yang kuat untuk program MBG yang memiliki visi jangka panjang. Ia menyarankan agar kerangka regulasi berbentuk Peraturan Pemerintah (PP), meskipun proses pembuatannya membutuhkan waktu. Sebagai solusi sementara, beliau mengusulkan penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) untuk MBG sebagai langkah interim sebelum PP disahkan. Perpres ini, menurutnya, perlu mengatur koordinasi pemerintah daerah dan peran serta masyarakat sipil, seperti kader kesehatan dan PKK, untuk menghindari konflik kepentingan dan memastikan transparansi.
Lebih lanjut, Diah menjelaskan perlunya kejelasan peran serta tanggung jawab berbagai pihak dalam program MBG. Hal ini bertujuan untuk menciptakan sinergi dan efisiensi dalam pelaksanaan program. Dengan regulasi yang jelas, diharapkan program MBG dapat berjalan lebih efektif dan terarah.
Peningkatan Kualitas Perencanaan dan Pemantauan
Rekomendasi kedua CISDI adalah memperkuat kualitas perencanaan dan sistem pemantauan serta evaluasi MBG. Diah menyarankan dibukanya forum konsultasi publik, misalnya melalui kanal pelaporan daring. Kanal ini dapat digunakan untuk menerima masukan, baik berupa pujian maupun kritik, terkait berbagai aspek program, mulai dari cita rasa menu hingga pelanggaran prosedur. Hal ini, menurutnya, akan meningkatkan rasa kepemilikan publik terhadap program MBG.
Selain itu, pembentukan komite pemantauan berjenjang di tingkat kecamatan, kabupaten, hingga provinsi juga diusulkan. Komite ini akan melibatkan komunitas lokal untuk turut serta memantau pelaksanaan program MBG secara langsung. Dengan demikian, diharapkan kualitas program dapat dijaga dan permasalahan dapat diatasi secara cepat dan tepat.
Pemenuhan Gizi dan Keamanan Pangan
Rekomendasi ketiga dan yang tak kalah penting adalah memastikan pemenuhan gizi dan keamanan pangan dalam program MBG. Berdasarkan survei CISDI pada 6-17 Januari 2025, dari 29 menu MBG yang dipantau melalui media, hanya 17 persen (5 menu) yang memenuhi target 30-35 persen angka kecukupan gizi (AKG) sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2019. Lebih mengkhawatirkan lagi, 45 persen sampel menu menggunakan makanan olahan ultra-proses (ultra-processed food), seperti produk susu kemasan berperisa tinggi gula.
Diah juga menyoroti kurangnya batasan jelas dalam petunjuk teknis MBG terkait jenis makanan yang diperbolehkan. Selain itu, dua kasus keracunan makanan di Sukoharjo dan Nunukan selama periode yang sama semakin menggarisbawahi pentingnya penerapan sistem manajemen keamanan pangan yang komprehensif. CISDI menekankan perlunya panduan yang jelas mengenai standar gizi dan tata kelola program MBG untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Kesimpulan
Kesimpulannya, peningkatan mutu Program MBG memerlukan pendekatan terintegrasi yang meliputi regulasi yang komprehensif, perencanaan yang matang dan sistem pemantauan yang efektif, serta prioritas utama pada pemenuhan gizi dan keamanan pangan. Rekomendasi CISDI ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam meningkatkan efektivitas dan keberhasilan program MBG demi kesejahteraan masyarakat Indonesia.