CPMI Ilegal Asal HST Dipulangkan KP2MI Usai Digerebek di Bekasi
KP2MI memulangkan seorang CPMI ilegal asal Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, berinisial HE (25), setelah digerebek di Bekasi; HE tergiur tawaran kerja di Arab Saudi melalui calo dan berangkat tanpa prosedur resmi.
![CPMI Ilegal Asal HST Dipulangkan KP2MI Usai Digerebek di Bekasi](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/10/170151.141-cpmi-ilegal-asal-hst-dipulangkan-kp2mi-usai-digerebek-di-bekasi-1.jpeg)
Seorang calon pekerja migran Indonesia (CPMI) ilegal asal Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan, berhasil dipulangkan oleh Tim Reaksi Cepat (TRC) Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI). HE (25) ditemukan dalam sebuah rumah penampungan ilegal di Bekasi, Jawa Barat, dan keberangkatannya ke Qatar dan Oman digagalkan pada 3 Februari 2025. Kasus ini menyoroti bahaya perekrutan ilegal dan pentingnya prosedur resmi dalam bekerja di luar negeri.
Perjalanan HE Menuju Bekasi dan Gagalnya Keberangkatan
HE, warga Banua Rantau, Kecamatan Batang Alai Selatan, Kabupaten HST, tergiur tawaran pekerjaan sebagai asisten rumah tangga di Arab Saudi. Tawaran tersebut datang dari seorang teman ibu mertuanya melalui calo berinisial Y di Jakarta, dengan iming-iming gaji Rp5 juta hingga Rp6 juta per bulan dan fee Rp3 juta hingga Rp10 juta. Calo tersebut bahkan memberikan uang saku Rp1 juta untuk keluarga HE, memfasilitasi tiket pesawat dan akomodasi hingga ke penampungan di Bekasi.
Kepala Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kalsel, Ady Eldiwan, mengkonfirmasi bahwa HE adalah satu dari tujuh CPMI ilegal yang digagalkan keberangkatannya. Setelah penggerebekan di Bekasi, HE langsung dipulangkan ke HST dengan bantuan BP3MI Kalsel dan disambut oleh pemerintah daerah setempat. Proses pemulangan berjalan lancar tanpa kendala.
Peran Calo dan Agensi Ilegal
Lebih lanjut, Ady menjelaskan bahwa seorang calo berinisial S menampung para korban selama satu hingga empat minggu. Agensi ilegal yang sama, juga berinisial S, memegang paspor para calon PMI dan masih dalam penyelidikan pihak berwenang. Kasus ini menggarisbawahi praktik ilegal yang merugikan CPMI dan pentingnya pengawasan ketat terhadap agen penyalur tenaga kerja.
Tanggapan Pemerintah Daerah HST
Kepala Bidang Pengembangan, Pelatihan dan Penempatan Kerja Disnaker Kabupaten HST, Zainal Abidin, menyatakan bahwa HE tidak pernah melapor ke Disnaker HST sebelum keberangkatan. HE mengakui mendaftar melalui penyalur di Jakarta yang dikenalnya lewat Facebook. Zainal menjelaskan bahwa Disnaker HST siap membantu calon pekerja yang melapor, dengan memverifikasi legalitas perusahaan penyalur dan memastikan kebenaran informasi penempatan kerja di luar negeri melalui aplikasi resmi.
Disnaker HST akan memberikan rekomendasi keberangkatan setelah calon pekerja melengkapi persyaratan, seperti surat izin suami/orang tua, surat keterangan dari Kepala Desa, Kartu BPJS, Ijazah, dan surat pemberitahuan kuota. Proses ini bertujuan untuk melindungi CPMI dari eksploitasi dan memastikan keberangkatan yang legal dan aman.
Ketidaktahuan Kepala Desa dan Faktor Ekonomi
Kepala Desa Banua Rantau, Syaifullah, mengaku terkejut mendengar kabar pemulangan HE. Ia menyatakan tidak mengetahui keberangkatan HE yang hanya membawa KTP dan izin suami. Syaifullah menduga, faktor ekonomi menjadi penyebab HE nekat berangkat secara ilegal. Kisah HE ini menggambarkan tantangan ekonomi yang mendorong warga untuk mengambil risiko bekerja di luar negeri secara ilegal.
Kesimpulan
Kasus HE menjadi pengingat pentingnya kewaspadaan terhadap praktik perekrutan ilegal dan pentingnya informasi yang benar bagi calon pekerja migran. Pemerintah daerah dan instansi terkait perlu terus meningkatkan sosialisasi dan pengawasan untuk melindungi warga dari eksploitasi dan memastikan keberangkatan yang aman dan legal. Pentingnya melaporkan rencana keberangkatan ke instansi resmi juga perlu ditekankan untuk mencegah kejadian serupa terulang.