DPRD Jatim Desak Usut SHM 21 Hektare di Laut Sumenep
Wakil Ketua DPRD Jatim meminta BPN mengusut penerbitan SHM atas lahan seluas 21 hektare di laut Sumenep, yang memicu pertanyaan serius soal prosedur dan legalitas, serta berpotensi merugikan nelayan dan lingkungan.

Polemik Sertifikat Hak Milik (SHM) di area pesisir kembali mencuat. Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono, Senin (27/1), mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk segera mengusut tuntas penerbitan SHM atas lahan seluas 21 hektare di Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep. Uniknya, lahan tersebut berada di wilayah laut.
Kejanggalan penerbitan SHM di kawasan laut ini menjadi sorotan utama. Deni Wicaksono menyatakan keprihatinannya dan meminta investigasi menyeluruh untuk memastikan tidak ada pelanggaran hukum yang terjadi. Ia menekankan pentingnya verifikasi menyeluruh terhadap dokumen pendukung penerbitan sertifikat tersebut.
Proses penerbitan SHM patut dipertanyakan. "Kami mendesak pihak terkait untuk segera mengusut penerbitan SHM ini. Hal ini penting untuk memastikan tidak ada pelanggaran prosedural ataupun hukum yang terjadi," tegas Deni dalam keterangannya di Surabaya. Proses investigasi ini dinilai krusial untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang, terutama di daerah pesisir yang rentan terhadap perubahan geografis, misalnya abrasi.
Perlu evaluasi menyeluruh dan kajian mendalam. Deni Wicaksono menyoroti pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap prosedur penerbitan SHM di wilayah pesisir. Pemerintah daerah dan BPN, menurutnya, harus memastikan kelengkapan data dan memeriksa kondisi terkini kawasan tersebut. Jika lahan tersebut merupakan hasil abrasi, maka penerbitan sertifikatnya harus dievaluasi ulang.
Dampak rencana reklamasi menjadi perhatian. Lebih lanjut, Deni juga menyoroti rencana reklamasi di area tersebut. Ia mengusulkan agar aktivitas reklamasi dihentikan sementara sampai ada kajian yang komprehensif mengenai dampak sosial dan ekologisnya. "Kami tidak ingin nelayan atau masyarakat sekitar dirugikan akibat reklamasi yang tidak melalui pertimbangan menyeluruh. Begitu pula aspek lingkungan, reklamasi yang tidak sesuai dapat memperburuk kondisi pesisir, termasuk meningkatkan potensi banjir rob," imbuhnya.
Keadilan dan kejelasan hukum menjadi harapan. Deni berharap investigasi ini segera menghasilkan kejelasan hukum dan solusi yang adil bagi semua pihak. Dengan demikian, permasalahan SHM di wilayah laut Sumenep ini dapat diselesaikan dengan transparan dan akuntabel. Hal ini penting untuk menjaga keadilan dan mencegah potensi konflik di masa mendatang.
Kesimpulannya, kasus penerbitan SHM di area laut Sumenep ini menjadi perhatian serius bagi DPRD Jatim. Tuntutan investigasi menyeluruh dan penghentian sementara rencana reklamasi menjadi langkah penting untuk memastikan kepatuhan hukum, perlindungan nelayan, dan kelestarian lingkungan.