Efisiensi Anggaran: Pembangunan Tepat Sasar atau Penghambat Ekonomi?
Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah berpotensi mengarahkan pembangunan sesuai prioritas nasional, namun juga berisiko menekan pertumbuhan ekonomi jika tidak dikelola dengan tepat dan berdampak pada sektor tertentu.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai kebijakan efisiensi anggaran pemerintah berpotensi mengarahkan pembangunan lebih sesuai prioritas nasional. Namun, realokasi anggaran juga berisiko menimbulkan dampak negatif pada sektor tertentu, bahkan berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi jika tidak dikelola dengan tepat.
Dampak Kebijakan Efisiensi
Menurut Wijayanto, dampak efisiensi anggaran sangat bergantung pada ukuran dan alokasi. Meskipun efisiensi meningkatkan efektivitas APBN, sektor-sektor tertentu bisa tertekan. Ia mencontohkan pemangkasan biaya perjalanan dinas dan rapat yang berdampak signifikan pada sektor perhotelan dan transportasi. Situasi serupa pernah terjadi di awal pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, dan akhirnya kebijakan tersebut dilonggarkan karena dampaknya terhadap pelaku usaha dan tenaga kerja.
Detail Pemangkasan Anggaran
Kementerian Keuangan melalui surat S-37/MK.02/2025 memangkas anggaran 16 pos belanja. Pemotongan paling besar terjadi pada anggaran alat tulis kantor (90 persen), disusul kegiatan seremonial (56,9 persen), dan perjalanan dinas (53,9 persen). Pemotongan juga terjadi pada pos-pos lain seperti infrastruktur (34,3 persen), kajian kebijakan (51,5 persen), dan jasa konsultansi (45,7 persen).
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Potensi Risiko
Wijayanto menjelaskan, wajar jika masyarakat mengaitkan efisiensi anggaran dengan program MBG yang membutuhkan dana besar. Ia menekankan pentingnya pengelolaan MBG yang transparan dan efisien, serta melibatkan UMKM dan produsen lokal. Jika tidak, realokasi anggaran justru bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi. Beliau menyebut MBG sebagai 'the elephant in the room' yang pengelolaannya harus dipastikan efisien dan tepat sasaran.
Mitigasi Risiko dan Saran
Efisiensi anggaran, menurut Wijayanto, harus mempertimbangkan keseimbangan antara keberlanjutan fiskal dan dampaknya pada perekonomian. Pemangkasan anggaran infrastruktur, kajian kebijakan, atau jasa konsultansi, misalnya, bisa menghambat proyek strategis atau pengembangan kebijakan berbasis riset. Penting untuk memastikan sektor lain yang krusial tidak dikorbankan demi MBG.
Instruksi Presiden dan Tindak Lanjut
Surat S-37/MK.02/2025 merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menetapkan pemangkasan anggaran 16 pos belanja dengan persentase bervariasi (10-90 persen). Menteri/pimpinan lembaga wajib menyampaikan rencana efisiensi ke DPR dan melaporkan persetujuannya ke Menteri Keuangan paling lambat 14 Februari 2025.