Eks Kadisdik Madina Dituntut 8 Tahun Penjara Kasus Korupsi DAK Rp4,7 Miliar
Jaksa tuntut mantan Plt Kadisdik Madina, Ahmad Gong Matua, 8 tahun penjara dan denda Rp400 juta terkait korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2020 senilai Rp4,7 miliar lebih.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menuntut Ahmad Gong Matua, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, dengan hukuman delapan tahun penjara. Tuntutan tersebut terkait kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2020 yang merugikan negara sebesar Rp4,7 miliar lebih. Kasus ini terungkap di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (20/3).
Dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Andriyansyah, JPU Bambang Winanto membacakan tuntutannya. Selain hukuman penjara, Gong Matua juga dituntut membayar denda Rp400 juta subsider enam bulan penjara. Terdakwa juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp24 juta subsider empat tahun penjara. Perbuatan terdakwa dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dakwaan primair.
Kasus ini juga menyeret Andriansyah Siregar, Kepala Seksi Pendidikan Dasar Disdik Kabupaten Madina sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Fisik DAK tahun anggaran 2020. Andriansyah dituntut hukuman penjara delapan tahun enam bulan, denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan, dan uang pengganti Rp4.581.354.723 atau lebih dari Rp4,58 miliar. Jika uang pengganti tidak terpenuhi, ia akan menjalani hukuman tambahan empat tahun tiga bulan penjara. Kedua terdakwa dinilai terbukti melakukan atau turut serta memperkaya diri sendiri secara melawan hukum, mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Korupsi DAK Tahun 2020: Rincian Proyek dan Kerugian Negara
Kegiatan fisik DAK tahun anggaran 2020 yang menjadi sumber korupsi ini bersumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan total anggaran Rp16.245.067.888. Anggaran tersebut dialokasikan untuk berbagai proyek, antara lain rehabilitasi ruang kelas, ruang praktik, ruang pamong, jamban, dan pembangunan ruang kelas baru di Sub Bidang Sanggar Kegiatan Belajar. Selain itu, anggaran juga dialokasikan untuk Sub Bidang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Berdasarkan hasil penyidikan, sejumlah item kegiatan fisik tidak selesai dikerjakan. Lebih lanjut, ditemukan pula penggelembungan harga belanja barang dan jasa atau "markup" yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,7 miliar. Hal inilah yang menjadi dasar tuntutan JPU terhadap kedua terdakwa.
Setelah mendengarkan tuntutan JPU, sidang ditunda dan akan dilanjutkan pada Kamis (27/3) dengan agenda nota pembelaan atau pledoi dari kedua terdakwa dan tim penasihat hukumnya. Putusan hakim atas kasus ini sangat dinantikan untuk memberikan keadilan dan efek jera bagi pelaku korupsi.
Penjelasan JPU Mengenai Kasus Korupsi
JPU Bambang Winanto menjelaskan secara detail mengenai rincian proyek dan kerugian negara dalam kasus korupsi ini. Ia memaparkan bahwa dana DAK tahun 2020 yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Kabupaten Madina, justru disalahgunakan oleh kedua terdakwa. "Kedua terdakwa melakukan atau turut serta secara tanpa hak dan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,7 miliar lebih," tegas Bambang.
Rincian proyek yang diduga terlibat dalam korupsi ini meliputi:
- Sub Bidang Sanggar Kegiatan Belajar: Rehabilitasi ruang kelas, ruang praktik, ruang pamong, jamban, dan pembangunan ruang kelas baru dengan pagu anggaran Rp1.596.073.000.
- Sub Bidang PAUD: 24 unit proyek dengan pagu anggaran Rp1.933.699.000.
- Sub Bidang SD: 31 unit proyek senilai Rp8.769.461.000.
- Sub Bidang SMP: 14 unit proyek senilai Rp4.755.843.000.
JPU menekankan bahwa adanya penggelembungan harga dan ketidakselesaian proyek menjadi penyebab utama kerugian negara yang signifikan. Kasus ini menjadi sorotan publik dan diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi pihak-pihak terkait untuk lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan anggaran negara.
Sidang selanjutnya akan menjadi momen penting bagi terdakwa untuk menyampaikan pembelaan mereka. Publik menantikan putusan hakim yang adil dan memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi, sekaligus mengembalikan kerugian negara.