Eliminasi TBC: Lebih dari Sekedar Isu Medis, Melainkan Keadilan Sosial
Anggota DPR RI Nurhadi menyoroti tingginya angka kasus TBC di Indonesia yang merupakan masalah keadilan sosial dan mendesak evaluasi menyeluruh program eliminasi TBC.

Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, mengungkapkan keprihatinannya terhadap masih tingginya angka kasus tuberkulosis (TBC) di Indonesia. Beliau menekankan bahwa eliminasi TBC, yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), bukan hanya masalah kesehatan semata, melainkan juga menyangkut keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pernyataan ini disampaikan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta pada Kamis, 8 Mei 2024.
Indonesia, menurut data tahun lalu, mencatat 387 kasus TBC per 100.000 penduduk, menempatkannya sebagai negara dengan kasus TBC tertinggi kedua di dunia. Nurhadi menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh tinggal diam dan harus berupaya maksimal untuk menurunkan angka ini. Angka kematian akibat TBC yang sebenarnya dapat dicegah, menjadi perhatian serius yang perlu ditangani secara komprehensif.
Lebih lanjut, Nurhadi menyatakan, "Saya yakin, ini bukan hanya persoalan medis, ini soal keadilan sosial dan hak rakyat Indonesia untuk hidup sehat dan sejahtera." Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya akses kesehatan yang merata dan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Evaluasi dan Pemetaan Program Eliminasi TBC
Nurhadi menilai, permasalahan TBC di Indonesia bukan hanya masalah teknis, tetapi juga menyangkut perencanaan dan tata kelola program yang belum optimal. Ia mengkritisi fragmentasi pelaksanaan program antara berbagai lini pemerintahan dan sektor. Meskipun anggaran yang dialokasikan untuk eliminasi TBC terbilang besar, namun hasilnya belum optimal.
Menurutnya, masih terdapat pemisahan yang kurang efektif antara pusat dan daerah, antara fasilitas kesehatan publik dan swasta, serta antara sektor kesehatan dan infrastruktur. Hal ini menyebabkan program eliminasi TBC belum berjalan secara maksimal dan terintegrasi.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Nurhadi mengusulkan agar Panja Eliminasi TBC DPR RI fokus pada tiga hal penting. Pertama, evaluasi menyeluruh terhadap realisasi program eliminasi TBC untuk menilai efektivitasnya. Kedua, pemetaan sumber pembiayaan dan efektivitas penggunaan anggaran, termasuk skema insentif untuk fasilitas kesehatan (faskes), dan peran Dana Desa perlu diperjelas.
Ketiga, perlu dirumuskan arah strategis yang konkret dan multisektoral untuk periode 2025-2029. Strategi ini harus menghindari pendekatan "copy paste" dari tahun-tahun sebelumnya dan harus lebih inovatif dan responsif terhadap tantangan yang ada.
Tantangan dan Solusi Menuju Eliminasi TBC
Data menunjukkan bahwa masih banyak tantangan dalam upaya eliminasi TBC di Indonesia. Salah satu tantangan utama adalah fragmentasi program yang menyebabkan inefisiensi dan kurangnya koordinasi antar lembaga. Selain itu, perlu adanya pemetaan yang lebih akurat mengenai sumber daya dan alokasi anggaran yang tepat sasaran.
Pemerintah perlu memastikan bahwa anggaran yang besar yang telah dialokasikan untuk program eliminasi TBC digunakan secara efektif dan efisien. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran sangat penting untuk memastikan keberhasilan program ini.
Penting juga untuk memperkuat kerja sama antar sektor, baik pemerintah pusat dan daerah, fasilitas kesehatan publik dan swasta, serta sektor kesehatan dan infrastruktur. Dengan demikian, upaya eliminasi TBC dapat dilakukan secara terintegrasi dan komprehensif.
Kesimpulannya, eliminasi TBC di Indonesia membutuhkan komitmen dan kerja sama dari berbagai pihak. Evaluasi menyeluruh, pemetaan sumber daya, dan strategi yang inovatif sangat penting untuk mencapai target eliminasi TBC dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.