IPW: Kasus Pemerasan DWP 2024 Harus Diproses Pidana, Agar Publik Tak Kehilangan Kepercayaan pada Polri
Indonesia Police Watch (IPW) mendesak agar kasus pemerasan di DWP 2024 diproses secara pidana, bukan hanya kode etik, untuk menjaga kepercayaan publik pada Polri dan mencegah pembangkangan sosial.
Jakarta, 5 Februari 2024 - Indonesia Police Watch (IPW) menyampaikan kekhawatirannya terkait penanganan kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oknum polisi di acara Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024. Jika kasus ini hanya diproses melalui jalur kode etik dan dihentikan di situ, IPW menilai kepercayaan publik terhadap Polri akan semakin tergerus.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menyatakan bahwa hanya mengandalkan sanksi etik akan menimbulkan kesan bahwa Polri tidak serius dalam memberantas pelanggaran internal. "Masyarakat tidak percaya dengan institusi polisi yang mau membenahi institusinya akibat pelanggaran anggota. Itu mengakibatkan tidak ada efek jera," tegas Sugeng.
Proses Pidana, Kunci Kepercayaan Publik
Sugeng menekankan pentingnya proses pidana untuk melengkapi sanksi etik yang telah dijatuhkan. Ia berharap sidang etik tidak memberikan keputusan yang meringankan para oknum polisi tersebut. "Yang dilakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) atau demosi (penurunan jabatan atau pemindahan posisi ke jabatan yang lebih rendah) itu harus tetap dikuatkan. Karena kalau sidang etik menyatakan PTDH menjadi demosi, ini bisa jadi alasan bahwa pidananya tidak diproses," jelasnya.
Lebih lanjut, Sugeng memperingatkan potensi pembangkangan sosial jika anggota kepolisian yang terbukti melakukan tindak pidana tidak diproses secara hukum. "Masyarakat bisa menilai jika diperiksa oleh polisi apabila mereka diduga melakukan tindak pidana, mereka akan minta perlakuan yang sama. 'Anggota polisi yang melakukan pelanggaran pidana saja tidak dipidana, kenapa kami diperiksa untuk pidana?'" ujar Sugeng, menirukan kemungkinan reaksi publik.
Oleh karena itu, IPW mendesak Polri untuk segera memproses kasus ini ke ranah pidana setelah sidang etik selesai. Langkah ini dinilai krusial untuk menjaga kepercayaan publik dan mencegah munculnya ketidakadilan.
Tanggapan Polri dan Kompolnas
Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Pol. Abdul Karim, menyatakan bahwa proses pidana masih menunggu selesainya sidang etik. "Itu masih proses sidang. Kan belum selesai. Kita lihat perkembangan sidang etik," ujar Abdul Karim. Ia menegaskan bahwa Polri tidak akan mentolerir pelanggaran yang dilakukan personelnya.
Sementara itu, Komisioner Kompolnas, Mohammad Choirul Anam, menginformasikan bahwa sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) kasus DWP 2024 telah berakhir pada Jumat, 24 Januari 2024. Sebanyak 35 personel menjalani sidang, dengan tiga di antaranya dijatuhi sanksi PTDH dan sisanya mendapat sanksi demosi 3-8 tahun. Anam menambahkan bahwa sebagian besar personel mengajukan banding.
Kesimpulan
Kasus dugaan pemerasan di DWP 2024 menjadi sorotan publik dan menguji komitmen Polri dalam menegakkan hukum dan transparansi. Desakan IPW agar kasus ini diproses secara pidana merupakan langkah penting untuk mengembalikan kepercayaan publik dan memastikan efek jera bagi oknum polisi yang melakukan pelanggaran hukum. Proses hukum yang adil dan transparan menjadi kunci utama dalam menjaga marwah institusi Kepolisian.