KPK: Gugatan UU BUMN ke MK Adalah Hak Warga Negara
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa gugatan terhadap UU BUMN ke Mahkamah Konstitusi merupakan hak warga negara, meskipun terdapat kekhawatiran atas implikasi pasal tertentu terhadap tugas KPK.

Jakarta, 10 Mei 2025 - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa pengajuan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan hak konstitusional setiap warga negara. Hal ini disampaikan menyusul adanya gugatan perkara nomor 52/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Pernyataan ini sekaligus merespon perdebatan publik mengenai implikasi UU BUMN terhadap kewenangan KPK.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyatakan, "Saya kira kalau proses gugatan judicial review di MK itu adalah hak warga negara untuk mengajukan. Kita lihat saja hasilnya seperti apa di MK." Pernyataan tersebut disampaikan usai menghadiri acara nonton bareng film produksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) di Jakarta. Sikap serupa juga diungkapkan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, yang menyebut KPK menyambut baik gugatan tersebut karena sesuai dengan hak konstitusional warga negara.
Meskipun demikian, KPK tetap memiliki pandangan kritis terhadap beberapa pasal dalam UU BUMN. KPK secara resmi telah menyampaikan sikapnya terkait UU BUMN pada Rabu, 7 Mei 2025, mengungkapkan kekhawatiran atas potensi konflik antara UU BUMN dan tugas pokok KPK dalam pemberantasan korupsi.
Sikap Resmi KPK terhadap UU BUMN
KPK memiliki dua poin utama terkait UU BUMN. Pertama, KPK menilai substansi Pasal 9G UU BUMN bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Pasal 9G menyatakan bahwa anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terbatasnya kewenangan KPK dalam menindak korupsi di BUMN.
Kedua, KPK melihat Pasal 4B UU BUMN, yang menyatakan bahwa keuntungan atau kerugian BUMN merupakan keuntungan atau kerugian BUMN semata, bertentangan dengan beberapa putusan MK sebelumnya terkait kerugian negara (Putusan MK Nomor 48/PUU-XI/2013, Nomor 62/PUU-XI/2013, Nomor 59/PUU-XVI/2018, dan Nomor 26/PUU-XIX/2021). KPK khawatir pasal ini dapat menghambat upaya penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi yang merugikan negara di lingkungan BUMN.
Meskipun demikian, KPK menegaskan bahwa lembaga ini tetap dapat melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap perkara-perkara di BUMN yang mengakibatkan kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa BUMN tetap dianggap sebagai penyelenggara negara dalam konteks kerugian negara.
Implikasi Gugatan terhadap Kewenangan KPK
Gugatan UU BUMN ke MK menimbulkan perdebatan publik mengenai dampaknya terhadap tugas, fungsi, dan kewenangan KPK. Pasal-pasal yang dipersoalkan KPK berpotensi membatasi kemampuan lembaga antirasuah dalam menyelidiki dan menindak kasus korupsi di BUMN. Hasil dari judicial review di MK akan sangat menentukan kelanjutan upaya pemberantasan korupsi di sektor BUMN.
KPK berharap MK dapat mempertimbangkan potensi konflik antara UU BUMN dan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi. Keputusan MK nantinya akan memberikan kepastian hukum dan kejelasan terkait kewenangan KPK dalam menangani kasus korupsi di BUMN.
Proses judicial review ini menjadi sorotan publik karena menyangkut kepentingan nasional dalam upaya pemberantasan korupsi. Publik menantikan keputusan MK yang diharapkan dapat memperkuat sistem penegakan hukum di Indonesia dan memastikan keberlangsungan program pemberantasan korupsi.
Dengan adanya gugatan ini, diharapkan MK dapat memberikan putusan yang adil dan bijaksana, serta mempertimbangkan kepentingan publik dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK sendiri tetap berkomitmen untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.