Mendesak! Pemerintah Finalisasi RUU Pemindahan Narapidana Antarnegara, Ini Alasannya
Pemerintah Indonesia sepakat finalisasi RUU Pemindahan Narapidana Antarnegara. Kebutuhan mendesak ini muncul seiring banyaknya permintaan pemindahan dari negara sahabat.

Pemerintah Indonesia telah mencapai kesepakatan penting untuk segera memfinalisasi draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemindahan Narapidana Antarnegara. Keputusan ini diambil mengingat kebutuhan yang sangat mendesak akibat meningkatnya permintaan pemindahan narapidana dari berbagai negara sahabat. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa RUU ini akan segera diajukan kepada Presiden melalui Sekretariat Negara.
Finalisasi draf RUU ini merupakan hasil dari pertemuan lintas kementerian dan lembaga yang diselenggarakan pada hari Selasa di Jakarta. Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Kementerian PANRB, Kementerian Sekretariat Negara, Kepolisian Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung. Kesepakatan ini menandai langkah maju dalam penataan kerangka hukum terkait pemindahan narapidana.
Sebelumnya, pembahasan serupa mengenai RUU terkait pemindahan narapidana pernah dilakukan pada tahun 2016, namun terpisah menjadi dua RUU. Kini, pemerintah memutuskan untuk menyatukan kedua konsep tersebut menjadi satu RUU komprehensif, yaitu RUU tentang Pemindahan Narapidana Antarnegara, demi efisiensi dan kejelasan regulasi. Urgensi ini semakin terasa dengan bertambahnya kasus-kasus lintas negara yang melibatkan narapidana.
Latar Belakang dan Urgensi Regulasi Pemindahan Narapidana Antarnegara
Rancangan Undang-Undang tentang Pemindahan Narapidana Antarnegara memiliki landasan kuat pada konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Salah satu acuan utamanya adalah Konvensi Palermo, atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi. Konvensi ini secara eksplisit mengamanatkan setiap negara peserta untuk melakukan perjanjian pemindahan orang yang dijatuhi hukuman pidana dan menjalin kerja sama terkait masalah pidana.
Yusril Ihza Mahendra menjelaskan bahwa permintaan pemindahan narapidana asing kepada pemerintah Indonesia terus bertambah secara signifikan. Di sisi lain, warga negara Indonesia (WNI) yang menjalani hukuman di luar negeri juga banyak yang mengajukan permohonan untuk dipulangkan ke tanah air. Situasi ini menciptakan kebutuhan mendesak akan kerangka hukum yang jelas dan komprehensif.
Selama ini, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang mengatur secara detail proses pemindahan narapidana antarnegara. Permintaan dari negara-negara sahabat untuk memulangkan warga negaranya seringkali diselesaikan melalui pengaturan praktis atau practical arrangement. Pendekatan ini, meskipun berfungsi, tidak memberikan kepastian hukum yang kuat dan konsisten dalam jangka panjang, sehingga mendorong percepatan finalisasi RUU ini.
Perkembangan Permintaan dan Kasus Pemindahan Narapidana
Indonesia telah mengabulkan permintaan pemindahan narapidana dari tiga negara sahabat, yaitu Australia, Filipina, dan Prancis. Namun, belakangan ini, daftar negara yang mengajukan permohonan serupa semakin panjang. Beberapa negara yang baru-baru ini mengajukan permintaan mencakup Inggris, Belanda, Kazakhstan, Brasil, dan Spanyol, menunjukkan tren peningkatan kasus pemindahan narapidana.
Filipina, misalnya, kembali mengajukan permohonan pemindahan narapidana. Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa pemerintah sedang mempelajari permohonan tersebut dan belum mengambil keputusan final. Hal ini menunjukkan kompleksitas dan kehati-hatian dalam setiap proses pemindahan yang melibatkan hubungan bilateral antarnegara.
Selain narapidana asing, kasus WNI yang dihukum di luar negeri juga menjadi perhatian. Salah satu contoh adalah seorang WNI di Filipina yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dalam kasus tindak pidana terorisme dan meminta untuk dipulangkan ke Indonesia. Permohonan ini sedang dalam pembahasan intensif oleh pihak terkait, menyoroti pentingnya RUU ini bagi perlindungan WNI di luar negeri.
Proses Legislasi dan Harapan ke Depan
Rancangan Undang-Undang Pemindahan Narapidana Antarnegara ditargetkan untuk mulai bergulir di parlemen pada akhir tahun 2025. Proses ini akan melibatkan berbagai tahapan legislasi, termasuk pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Pemerintah berharap RUU ini dapat segera disahkan untuk memberikan kepastian hukum dan efisiensi dalam penanganan kasus pemindahan narapidana.
Sebelum diajukan ke DPR RI, Sekretariat Negara akan melakukan sinkronisasi terakhir terhadap draf RUU ini. Tahap sinkronisasi ini penting untuk memastikan bahwa semua aspek hukum dan administratif telah terkoordinasi dengan baik dan tidak ada tumpang tindih regulasi. Sinkronisasi juga bertujuan untuk menyelaraskan RUU dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.
Kehadiran undang-undang khusus tentang pemindahan narapidana antarnegara diharapkan dapat memperkuat kerja sama hukum internasional Indonesia. Regulasi ini akan mempermudah proses pemindahan, baik bagi narapidana asing yang ingin dipulangkan ke negaranya maupun WNI yang ingin menjalani sisa masa hukuman di tanah air. Ini juga akan mendukung upaya penegakan hukum dan perlindungan warga negara secara lebih efektif.