Menteri ATR/BPN: Laporan Dugaan Korupsi Pagar Laut di Tangerang Bentuk Kontrol Sosial
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menilai laporan dugaan korupsi penerbitan sertifikat pagar laut di Tangerang ke KPK sebagai bentuk kontrol sosial dan dukungan untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, melihat laporan dugaan korupsi terkait sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Hak Milik (SHM) pagar laut di Kabupaten Tangerang sebagai bentuk kontrol sosial yang positif. Pernyataan ini disampaikan beliau di Tangerang, Jumat (24/1).
Laporan tersebut, diajukan oleh Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Menteri Nusron, laporan ini bukan hanya sekadar aduan, melainkan juga bentuk dukungan dan energi positif dalam mengungkap polemik tersebut. Kementerian ATR/BPN menyambut baik partisipasi masyarakat dalam mengawal proses penuntasan masalah ini secara transparan.
Kementerian ATR/BPN berkomitmen untuk mendukung sepenuhnya proses investigasi. Fokus utama saat ini adalah menuntaskan dugaan maladministrasi atau penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan sertifikat pagar laut yang melibatkan anak perusahaan PT Agung Sedayu Grup, yakni PT Cahaya Intan Sentosa (CIS) dan PT Intan Agung Makmur (IAM).
Namun, Menteri Nusron menegaskan bahwa kewenangan penyelesaian masalah ini tidak hanya berada di Kementerian ATR/BPN. Lembaga lain juga memiliki peran dan kewenangan masing-masing dalam proses penyelidikan dan penegakan hukum. Kerja sama antar lembaga sangat krusial dalam mengungkap kasus ini secara menyeluruh.
Sebelumnya, pada Kamis (23/1), Boyamin Saiman resmi melaporkan dugaan korupsi tersebut ke KPK. Ia mempertanyakan legalitas sertifikasi lahan laut, yang menurutnya tidak diperbolehkan. Boyamin menduga adanya tindak pidana korupsi dalam proses penerbitan sertifikat, merujuk pada Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi (UU No. 20 Tahun 2001) tentang pemalsuan dokumen administrasi.
Laporan Boyamin didasari pernyataan Menteri Nusron yang sebelumnya menyebutkan adanya cacat formal dan bahkan material dalam penerbitan sertifikat tersebut. Boyamin berharap laporan ini menjadi pintu masuk bagi KPK untuk menyelidiki lebih dalam dugaan tindak pidana korupsi, termasuk potensi pelanggaran pasal-pasal lain dalam UU Pemberantasan Korupsi, dan kerugian negara yang ditimbulkan.
Kesimpulannya, laporan dugaan korupsi ini menjadi sorotan publik dan mendapat respon positif dari pemerintah. Proses investigasi yang melibatkan berbagai pihak diharapkan dapat mengungkap kebenaran dan memastikan keadilan ditegakkan. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum menjadi kunci penting dalam kasus ini.