MK Tolak Sengketa Pilkada Papua Pegunungan: Selisih Suara Terlalu Tinggi
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan sengketa hasil Pilkada Papua Pegunungan 2024 dari pasangan Befa Yigibalom dan Natan Pahabol karena selisih suara yang signifikan dan dalil-dalil yang tidak beralasan hukum.

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Papua Pegunungan 2024. Permohonan diajukan oleh pasangan calon nomor urut 2, Befa Yigibalom dan Natan Pahabol. Putusan ini dibacakan Ketua MK, Suhartoyo, pada Senin di Gedung MK, Jakarta. Putusan tersebut menyatakan permohonan pasangan Befa-Natan tidak dapat diterima karena seluruh dalil yang diajukan tidak beralasan menurut hukum.
Pasangan Befa-Natan mendalilkan adanya kecurangan dalam Pilkada Papua Pegunungan 2024, termasuk yang dilakukan oleh pasangan calon nomor urut 1, John Tabo dan Ones Pahabol. Mereka menuding adanya ketidakberesan dalam proses pemilihan di sejumlah distrik di Kabupaten Tolikara dan Yahukimo, serta dugaan pengalihan suara di Kabupaten Lanny Jaya. Namun, MK menilai dalil-dalil tersebut tidak didukung bukti yang cukup kuat.
Putusan MK ini mengakhiri upaya hukum Befa-Natan untuk menggugat hasil Pilkada Papua Pegunungan. Selisih suara yang signifikan antara pasangan Befa-Natan dengan pasangan John Tabo-Ones Pahabol juga menjadi pertimbangan utama MK dalam menolak permohonan tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Analisa Dalil-Dalil Permohonan yang Ditolak
MK menyatakan dalil Befa-Natan terkait tidak adanya pemilihan di 32 distrik Kabupaten Tolikara tidak terbukti. KPU setempat telah melakukan rekapitulasi suara. Meskipun perolehan suara Befa-Natan nihil di distrik tersebut, MK berpendapat hal itu mungkin terjadi karena mayoritas masyarakat memilih satu kandidat saja. Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan adanya perbedaan sistem pemilihan, yakni sistem noken dan sistem pemilihan nasional, di Kabupaten Tolikara. Namun, MK menegaskan bahwa sistem pemilihan tidak mempengaruhi pilihan masyarakat.
Terkait dugaan intimidasi di Kabupaten Yahukimo yang menyebabkan perubahan suara di empat distrik, MK menyatakan Befa-Natan gagal membuktikan dalil tersebut karena tidak menghadirkan saksi. Begitu pula dengan dugaan pengalihan suara di Kabupaten Lanny Jaya, MK menyatakan dalil tersebut tidak beralasan hukum karena laporan Bawaslu Provinsi Papua Pegunungan menyatakan laporan tersebut tidak memenuhi syarat.
Lebih lanjut, MK juga menekankan bahwa selisih suara antara Befa-Natan dan pasangan John Tabo-Ones Pahabol mencapai 156.645 suara (12,19 persen), jauh melampaui ambang batas dua persen yang dipersyaratkan dalam UU Pilkada. Oleh karena itu, MK berkesimpulan bahwa Befa-Natan tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan sengketa pilkada.
Sistem Pemilihan dan Perolehan Suara
Salah satu poin penting dalam putusan MK adalah perbedaan sistem pemilihan di Kabupaten Tolikara. Adanya 12 TPS yang menggunakan sistem pemilihan nasional dan TPS lainnya yang masih menggunakan sistem noken menjadi sorotan. Meskipun terdapat perolehan suara 100 persen untuk satu kandidat di 12 TPS tersebut, MK berpendapat hal ini tidak menunjukkan adanya kecurangan. Fakta bahwa perolehan suara untuk pemilihan bupati dan wakil bupati di TPS yang sama tersebar ke empat pasangan calon menunjukkan pilihan masyarakat tidak dipengaruhi oleh sistem pemilihan yang digunakan.
Putusan MK ini menegaskan pentingnya bukti yang kuat dan sah dalam mengajukan sengketa hasil pilkada. Pasangan Befa-Natan gagal memenuhi syarat tersebut, baik dari segi bukti maupun selisih suara. Dengan demikian, hasil Pilkada Papua Pegunungan 2024 tetap sah dan mengukuhkan kemenangan pasangan John Tabo dan Ones Pahabol.
Putusan ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan mengakhiri polemik terkait Pilkada Papua Pegunungan. Proses demokrasi harus tetap berjalan sesuai aturan yang berlaku, dan penegakan hukum menjadi kunci penting dalam menjaga integritas pemilu.