Revisi UU Ormas: Langkah Positif Demi Kemajuan Demokrasi Indonesia?
Menteri HAM Natalius Pigai menilai revisi UU Ormas sebagai langkah positif untuk kemajuan demokrasi, menanggapi aktivitas ormas yang meresahkan dan Perppu Ormas 2017 yang dinilai menurunkan indeks demokrasi Indonesia.

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, menyatakan dukungannya terhadap revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas). Pernyataan ini disampaikan dalam keterangan tertulis di Jakarta pada Senin, 28 April. Pigai menekankan pentingnya melihat wacana revisi dari sisi positif, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia, bukan dari sudut pandang negatif.
Pernyataan tersebut menanggapi aktivitas sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) yang dinilai meresahkan masyarakat. Menurut Menteri Pigai, solusi yang tepat bukanlah pembatasan, melainkan pengaturan yang lebih baik agar ormas dapat menjalankan fungsinya secara profesional dan berkualitas. Ia menegaskan, "Prinsipnya yang penting tidak boleh ada pembatasan (union busting). Namun, memang perlu diatur agar ormas ini profesional dan berkualitas."
Lebih lanjut, Pigai mengkritik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Ia berpendapat bahwa Perppu tersebut dibentuk secara subjektif dan telah berdampak negatif terhadap indeks demokrasi Indonesia. "Kita bicara mengenai indeks demokrasi yang selalu rendah. Kita mengalami penurunan indeks demokrasi dari prominent (menonjol) ke fraud (penipuan) demokrasi karena salah satunya UU Ormas atau Perppu Nomor 2 Tahun 2017 ini," tegasnya.
Revisi UU Ormas: Menata Kembali Peran Ormas di Indonesia
Dukungan Menteri Pigai terhadap revisi UU Ormas didasari oleh keyakinan bahwa revisi ini akan membuka keran demokrasi yang lebih luas. Ia bahkan sebelumnya telah menyampaikan hal ini kepada media, menekankan perlunya revisi, khususnya terhadap Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Pendekatan pengaturan, bukan pembatasan, menjadi fokus utama dalam revisi ini.
Pandangan serupa juga diungkapkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian. Mendagri membuka peluang revisi UU Ormas sebagai respons atas maraknya tindakan menyimpang yang dilakukan oleh beberapa ormas. Dalam keterangannya pada Jumat, 25 April, Tito menekankan perlunya pengawasan yang lebih ketat dan akuntabel terhadap ormas.
Tito mencontohkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap transparansi keuangan ormas. "Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat, di antaranya mungkin masalah keuangan, audit keuangan," ujarnya. Ia menambahkan bahwa ketidakjelasan alur dan penggunaan dana ormas dapat menjadi celah penyalahgunaan kekuasaan.
Mendagri juga menyoroti pentingnya evaluasi mekanisme pengawasan yang ada. Ketidakjelasan alur dan penggunaan dana ormas, menurutnya, bisa menjadi celah penyalahgunaan kekuasaan di tingkat akar rumput. Hal ini menunjukkan perlunya transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi dalam pengelolaan keuangan ormas.
Meningkatkan Akuntabilitas dan Transparansi Ormas
Revisi UU Ormas diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan organisasi kemasyarakatan. Dengan pengawasan yang lebih ketat, diharapkan dapat meminimalisir tindakan menyimpang dan penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum-oknum tertentu dalam ormas. Hal ini sejalan dengan upaya untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Langkah revisi ini juga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi ormas dalam menjalankan kegiatannya. Dengan aturan yang lebih jelas dan terukur, ormas dapat berkontribusi secara positif bagi masyarakat dan pembangunan nasional. Namun, revisi ini perlu dilakukan secara hati-hati dan memperhatikan aspek hak asasi manusia agar tidak justru membatasi kebebasan berserikat dan berkumpul.
Secara keseluruhan, revisi UU Ormas diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan ormas yang sehat, bertanggung jawab, dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Hal ini penting untuk menjaga dan meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia.
Dengan revisi yang tepat, diharapkan dapat tercipta keseimbangan antara pengawasan yang ketat dengan tetap menghormati hak-hak asasi manusia dan kebebasan berserikat. Proses revisi ini perlu melibatkan berbagai pihak, termasuk perwakilan ormas, akademisi, dan pakar hukum, untuk memastikan hasil yang optimal dan berkelanjutan.
Revisi UU Ormas bukan hanya sekadar perubahan regulasi, melainkan juga upaya untuk memperkuat demokrasi dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan bermartabat. Proses revisi ini perlu dilakukan secara transparan dan partisipatif untuk memastikan hasil yang sesuai dengan aspirasi masyarakat.