RUU Ormas Dinilai Tak Sesegera Pembentukan PP untuk Pengawasan
Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, memprioritaskan pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengawasi ormas, ketimbang revisi UU Ormas, guna mengatasi masalah premanisme dan penyalahgunaan dana.

Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan kesiapannya membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang diusulkan pemerintah. Namun, ia menekankan urgensi pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai langkah prioritas untuk mengawasi aktivitas ormas yang meresahkan masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan Rifqi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (28/4). Ia menyoroti maraknya tindakan premanisme, pemerasan, dan pelanggaran hukum lainnya yang dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan ormas. Menurutnya, penegakan hukum yang tegas terhadap oknum tersebut menjadi kunci utama dalam mengatasi masalah ini.
Rifqi menjelaskan, revisi UU Ormas belum menjadi prioritas utama. "Kalau targetnya adalah membubarkan ormas-ormas yang bermasalah, menurut pandangan saya pribadi, revisi terhadap undang-undang ormas belum terlalu urgen. Yang urgen apa? Kalau mau PP," ujarnya.
Prioritas Pembentukan PP untuk Pengawasan Ormas
Rifqinizamy Karsayuda menegaskan perlunya memperkuat pengawasan terhadap ormas melalui pembentukan PP. Ia menilai, UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas telah memberikan mandat kepada pemerintah untuk melakukan pengawasan, namun implementasinya perlu diperkuat.
Salah satu poin penting yang diusulkan adalah pemberian kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengawasi ormas. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pengawasan yang lebih ketat, termasuk terhadap pengelolaan dana ormas yang seringkali diragukan transparansinya. "Dana-dana ormas yang selama ini kerap kali kita curigai, tidak hanya yang disetorkan dan yang diaudit resmi, tetapi juga menggunakan dana-dana lain yang tidak sah," kata Rifqi.
Ia menekankan bahwa masalah utama bukan terletak pada UU Ormas itu sendiri, melainkan pada lemahnya implementasi aturan hukum yang ada. Dengan PP yang lebih kuat, diharapkan pengawasan terhadap ormas dapat lebih efektif dan permasalahan yang timbul dapat diatasi secara lebih terstruktur.
Kedekatan Ormas dan Pihak Tertentu
Rifqi juga menyinggung perihal kedekatan antara ormas dengan berbagai pihak. Ia menyatakan bahwa kedekatan tersebut bukan masalah utama, selama tidak digunakan untuk melanggar hukum atau menghalangi penegakan hukum. Namun, ia mengingatkan potensi konflik kepentingan yang dapat terjadi.
Dalam konteks politik, khususnya Pilkada, Rifqi mengakui peran ormas sebagai motor politik di daerah. Namun, ia mengingatkan pentingnya integritas para pemimpin daerah agar tidak terpengaruh oleh tekanan politik dari ormas, meskipun ormas tersebut pernah mendukungnya dalam Pilkada. "Jangan sampai karena hutang budi politik, gubernur, bupati, wali kota, tidak berani menegakkan aturan terhadap ormas-ormas yang pernah berjasa pada dirinya," tegasnya.
Kesimpulannya, pembentukan PP untuk memperkuat pengawasan ormas dinilai lebih urgen daripada revisi UU Ormas. Hal ini bertujuan untuk mengatasi masalah premanisme, penyalahgunaan dana, dan pelanggaran hukum lainnya yang dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan ormas, sekaligus menjaga integritas penyelenggaraan pemerintahan.