Terungkap! Paulus Tannos Miliki Paspor Guinea Bissau, Upaya Lepas Status WNI untuk Hindari Jerat Korupsi KTP-el
KPK mengungkap buronan Paulus Tannos memiliki paspor Guinea Bissau, diduga sebagai upaya melepas status WNI untuk menghindari jerat hukum kasus korupsi KTP-el.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini mengungkapkan fakta mengejutkan terkait salah satu buronan utamanya, Paulus Tannos. Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) ini diketahui memiliki paspor dari Republik Guinea-Bissau, sebuah negara di Afrika Barat.
Kepemilikan paspor tersebut diduga kuat merupakan bagian dari skema Paulus Tannos untuk melepaskan statusnya sebagai warga negara Indonesia (WNI). Langkah ini diyakini bertujuan untuk menghindari jerat hukum dan proses peradilan di Tanah Air.
Meskipun demikian, upaya pelepasan kewarganegaraan ini tidak berjalan mulus. Pemerintah Guinea-Bissau menolak permohonan tersebut, mengingat status hukum Paulus Tannos yang sedang bermasalah dan kini tengah menjalani proses ekstradisi di Singapura.
Upaya Pelepasan Kewarganegaraan dan Penolakan dari Guinea-Bissau
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, secara gamblang menjelaskan motif di balik kepemilikan paspor Guinea-Bissau oleh Paulus Tannos. Menurut Asep, ada upaya serius dari Tannos untuk mencabut kewarganegaraan Indonesianya dan beralih menjadi warga negara Guinea-Bissau.
Pemilihan Guinea-Bissau bukan tanpa alasan. Negara tersebut dikenal memiliki kebijakan yang memperbolehkan warganya memiliki dwikewarganegaraan, sebuah celah yang mungkin dimanfaatkan oleh buronan. Ini berarti seseorang dapat memegang kewarganegaraan ganda secara sah di mata hukum Guinea-Bissau.
Namun, rencana Paulus Tannos untuk menjadi warga negara Guinea-Bissau kandas. Otoritas negara tersebut menolak permohonan yang diajukan, dengan alasan bahwa yang bersangkutan sedang menghadapi masalah hukum yang serius di negara asalnya. Penolakan ini menjadi hambatan signifikan bagi upaya pelarian Tannos.
Situasi ini menyoroti kompleksitas upaya pelarian buronan lintas negara dan bagaimana otoritas internasional dapat bekerja sama. Penolakan dari Guinea-Bissau menunjukkan komitmen mereka terhadap prinsip-prinsip hukum internasional dan penolakan terhadap individu yang bermasalah.
Latar Belakang Kasus Korupsi KTP-el dan Proses Hukum Berjalan
Paulus Tannos telah ditetapkan sebagai daftar pencarian orang (DPO) oleh KPK sejak 19 Oktober 2021. Status DPO ini diberikan setelah ia diduga terlibat dalam kasus korupsi mega proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).
Kasus korupsi KTP-el merupakan salah satu skandal terbesar di Indonesia, yang terjadi pada tahun anggaran 2011-2013 di lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Proyek ini disinyalir merugikan keuangan negara triliunan rupiah dan melibatkan sejumlah pejabat tinggi serta pihak swasta.
Saat ini, upaya penegakan hukum terhadap Paulus Tannos terus berlanjut. Ia sedang menjalani proses ekstradisi di Singapura, sebuah langkah krusial untuk membawanya kembali ke Indonesia guna mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
KPK berkomitmen penuh untuk menuntaskan kasus KTP-el dan membawa seluruh pihak yang terlibat ke pengadilan. Penangkapan dan ekstradisi Paulus Tannos diharapkan dapat mengungkap lebih banyak fakta dan mempercepat penyelesaian kasus yang telah lama bergulir ini.