Tujuh Pejabat Pemprov Bengkulu Akui Serahkan Uang ke Mantan Gubernur, Rohidin Mersyah Membantah
Tujuh pejabat Pemprov Bengkulu mengaku memberikan uang kepada mantan Gubernur Rohidin Mersyah untuk Pilkada 2024; Rohidin membantah paksaan dan menyatakan pemindahan jabatan berdasarkan evaluasi kinerja.

Kota Bengkulu, 7 Mei 2024 - Kabar mengejutkan datang dari Provinsi Bengkulu. Tujuh pejabat eselon II Pemprov Bengkulu mengakui telah menyerahkan sejumlah uang kepada mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah. Penyerahan uang tersebut diduga terkait dengan upaya Rohidin Mersyah untuk mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Kejadian ini terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu.
Para pejabat tersebut mengaku menyerahkan uang tersebut atas inisiatif sendiri, dengan tujuan agar jabatan mereka aman dan tidak dicopot. Mereka mengklaim uang yang diberikan merupakan uang pribadi, hasil dari tabungan dan usaha keluarga. Namun, besarnya nominal uang yang diserahkan menimbulkan pertanyaan dan kecurigaan mengenai motif sebenarnya di balik penyerahan tersebut.
Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai etika dan transparansi dalam pemerintahan. Apakah praktik seperti ini sudah menjadi hal yang lumrah di lingkungan pemerintahan? Bagaimana pengawasan dan pencegahan korupsi di Provinsi Bengkulu? Kasus ini tentu menjadi sorotan publik dan membutuhkan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap kebenarannya.
Nominal Uang yang Diserahkan Bervariasi
Nominal uang yang diserahkan oleh para pejabat bervariasi. Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Bengkulu, Ika Joni Ikhwan, menyerahkan Rp97 juta. Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Bengkulu, Meri Sasdi, menyerahkan Rp195 juta. Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Bengkulu, Haryadi, menyerahkan uang mencapai Rp250 juta. Asisten III Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Bengkulu, Nandar Munadi, menyerahkan Rp75 juta.
Selain itu, Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Provinsi Bengkulu, Karmawanto, menyerahkan Rp155 juta. Staf Ahli Gubernur Bengkulu bidang Pemerintahan, Sisardi, menyerahkan Rp30 juta. Terakhir, Staf Ahli Gubernur Bengkulu bidang Sumber Daya Manusia (SDM), Zahirman Aidi, juga menyerahkan Rp30 juta. Beragamnya nominal ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat keterlibatan atau mungkin tekanan yang dialami oleh para pejabat tersebut.
Salah satu pejabat, Sisardi, menjelaskan bahwa ia menyerahkan uang karena pernah dinonjobkan oleh Rohidin Mersyah saat menjabat Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. Ia dipindahkan menjadi staf ahli. Sisardi merasa tidak memiliki pilihan lain dan hal tersebut merupakan hasil kesepakatan. Ia juga menyebutkan bahwa penonjobannya terkait dengan kinerja yang dinilai kurang optimal dalam membantu pencalonan istri Rohidin Mersyah sebagai calon anggota DPR RI.
Rohidin Mersyah Membantah Tuduhan
Menanggapi keterangan para pejabat tersebut, Rohidin Mersyah membantah telah membebankan sejumlah uang kepada bawahannya. Ia juga membantah keterangan Sisardi terkait penonjoban. Rohidin menyatakan bahwa pemindahan Sisardi menjadi staf ahli merupakan hasil evaluasi dan penilaian kinerja, bukan karena tekanan atau paksaan.
Pernyataan Rohidin Mersyah ini tentu menimbulkan pertanyaan baru. Apakah benar semua pemindahan jabatan di lingkungan Pemprov Bengkulu murni berdasarkan evaluasi kinerja? Atau adakah faktor lain yang mempengaruhi keputusan tersebut? Proses evaluasi dan penilaian kinerja itu sendiri perlu diperiksa untuk memastikan transparansi dan objektivitasnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan kekhawatiran akan praktik-praktik korupsi di lingkungan pemerintahan. Penting bagi penegak hukum untuk menyelidiki kasus ini secara tuntas dan transparan untuk memastikan keadilan ditegakkan. Transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan sangat penting untuk membangun kepercayaan publik.
Kejadian ini juga menjadi pengingat pentingnya reformasi birokrasi dan penegakan hukum yang tegas untuk mencegah praktik-praktik korupsi dan memastikan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Publik berharap agar kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak dan mendorong terciptanya pemerintahan yang lebih baik di masa mendatang.