Wakil Ketua DPRD Surabaya Desak Pemkot Jelaskan Status Lahan Tak Bertuan
Wakil Ketua DPRD Surabaya, Bahtiyar Rifai, mendesak Pemkot Surabaya untuk segera memberikan kejelasan status lahan tak bertuan yang berpotensi dimanfaatkan warga dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Surabaya, 13 Maret 2024 - Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Bahtiyar Rifai, mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk segera memberikan kejelasan terkait status lahan tak bertuan di wilayahnya. Desakan ini muncul karena lahan-lahan tersebut berpotensi dimanfaatkan warga dan bahkan dapat menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Permasalahan klasik terkait status tanah, seperti sengketa lahan dengan Surat Ijo, tanah milik Pertamina, dan tanah milik PT Kereta Api Indonesia (KAI), masih sering terjadi dan belum terselesaikan di Surabaya. Kondisi ini menimbulkan berbagai permasalahan bagi warga dan pemerintah kota.
Bahtiyar Rifai mengungkapkan keprihatinannya terkait masalah ini. "Masalah klasik seperti sengketa lahan dengan Surat Ijo, tanah milik Pertamina, dan tanah milik PT KAI masih sering terjadi dan belum terselesaikan," ujarnya dalam keterangan pers di Surabaya, Kamis (13/3).
Sengketa Lahan di Beberapa Wilayah Surabaya
Bahtiyar mencontohkan beberapa lokasi yang masih mengalami sengketa lahan. Di wilayah Sawunggaling, masih terdapat beberapa lokasi yang status kepemilikannya belum jelas, khususnya lahan yang diduga milik PT KAI dan Pertamina. Situasi serupa juga terjadi di wilayah Pacar Keling dan Kalasan, di mana warga dan PT KAI sama-sama mengklaim kepemilikan lahan yang sama.
"Masalah seperti itu sampai saat ini masih belum ada penyelesaian, baik dari instansi terkait maupun pihak lainnya. Untuk Surat Ijo memang jelas karena itu aset Pemkot, tetapi lahan milik BUMN ini harus ada solusinya," tegas Bahtiyar.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa permasalahan ini juga berdampak pada warga yang menempati lahan tersebut. Organisasi, perusahaan, atau lembaga swadaya masyarakat yang berlokasi di lahan eks PT KAI atau aset Pertamina seringkali diminta kelurahan untuk melampirkan bukti kepemilikan tanah. Padahal, banyak warga yang telah menempati lahan tersebut selama puluhan tahun tanpa ada kejelasan status kepemilikan.
Dampak Sengketa Lahan Terhadap Warga
Bahtiyar menuturkan, "Ada beberapa lokasi tanah yang mereka kontrak dengan BUMN, bahkan ada juga yang tidak kontrak karena sudah hampir 50 tahun mereka menempati lahan tersebut dan tidak ada yang pernah merasa memiliki, baik itu perorangan maupun instansi. Nah, ketika ada hal seperti ini, ini akan menyusahkan warga masyarakat ketika melakukan proses administrasi masalah domisili."
Kondisi ini menunjukkan perlunya langkah konkret dan bijak dari Pemkot Surabaya untuk memberikan kejelasan status kepemilikan lahan tersebut. Salah satu solusi yang diusulkan adalah perpanjangan domisili setiap satu atau dua tahun sekali untuk menghindari masalah di kemudian hari.
Selain itu, Bahtiyar juga meminta Pemkot Surabaya dan pemerintah pusat untuk segera menyelesaikan masalah Surat Ijo di beberapa wilayah yang belum terselesaikan. "Selain Pemkot, pemerintah pusat juga harus hadir karena bagaimanapun Surabaya ini merupakan kota terbesar kedua," tandasnya.
Pemkot Surabaya diharapkan dapat segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan ini dan memberikan kepastian hukum bagi warga yang tinggal di lahan-lahan tersebut. Kejelasan status lahan tak hanya akan memberikan kepastian hukum, tetapi juga berpotensi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) jika lahan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal.