2.957 Kasus TBC Ditemukan di Papua Barat, Tingkat Kesembuhan Masih Rendah
Dinas Kesehatan Papua Barat temukan 2.957 kasus TBC di tujuh kabupaten pada 2024, namun tingkat kesembuhan masih rendah dan membutuhkan kolaborasi berbagai pihak untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat melaporkan temuan sebanyak 2.957 kasus Tuberkulosis (TBC) mikroskopis sepanjang tahun 2024. Kasus-kasus tersebut tersebar di tujuh kabupaten di provinsi tersebut. Penemuan ini terjadi di tengah upaya pemerintah untuk menekan angka penderita TBC di Indonesia. Kepala Dinas Kesehatan Papua Barat, Alwan Rimosan, mengumumkan angka tersebut di Manokwari pada Sabtu lalu.
Meskipun cakupan penemuan kasus mencapai 97,2 persen dari perkiraan 3.260 kasus, angka ini tetap menjadi perhatian serius. Papua Barat sendiri menempati urutan keempat dari 38 provinsi di Indonesia dalam hal penemuan kasus TBC, menunjukkan tingginya prevalensi penyakit ini di wilayah tersebut. "Papua Barat menempati urutan ke-4 dari 38 provinsi di Indonesia dalam hal penemuan kasus TBC," ungkap Alwan Rimosan.
Dari total kasus, sebanyak 2.869 pasien didiagnosis menderita TBC sensitif obat, sementara 88 pasien lainnya merupakan penderita TBC resistan obat. Angka ini menunjukkan tantangan besar dalam penanganan TBC di Papua Barat, mengingat pengobatan TBC resistan obat lebih kompleks dan membutuhkan waktu yang lebih lama.
Upaya Pengobatan dan Kendala yang Dihadapi
Dinas Kesehatan di setiap kabupaten telah berupaya melakukan pengobatan terhadap pasien TBC. Namun, berbagai kendala menghambat keberhasilan pengobatan hingga pasien dinyatakan sembuh. "Ini masih menjadi pekerjaan rumah dan butuh kolaborasi semua pihak," jelas Alwan Rimosan. Dua indikator utama keberhasilan pengobatan adalah kelengkapan pengobatan dan tingkat kesembuhan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium.
Data menunjukkan tingkat kesembuhan pasien TBC di Papua Barat masih rendah. Hanya 11,4 persen pasien yang dinyatakan sembuh, sementara 36,10 persen menjalani pengobatan lengkap. Sebanyak 13,7 persen pasien putus pengobatan, 34,82 persen pindah domisili, dan sisanya meninggal dunia. Rendahnya angka kesembuhan ini menjadi perhatian utama pemerintah daerah.
Alwan Rimosan menjelaskan bahwa rendahnya tingkat kesembuhan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu akses layanan kesehatan dan kesadaran masyarakat. Kurangnya akses layanan kesehatan di beberapa daerah terpencil di Papua Barat menjadi salah satu faktor penghambat. Sementara itu, rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengobatan TBC juga menjadi kendala utama.
Untuk mengatasi masalah ini, Dinkes Papua Barat terus melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi dilakukan dengan pendekatan kultural, melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat setempat. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong peningkatan persentase kesembuhan pasien TBC.
Pendekatan Kultural untuk Meningkatkan Kesadaran Masyarakat
Strategi pendekatan kultural diyakini efektif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat Papua Barat terkait TBC. Dengan melibatkan tokoh-tokoh berpengaruh di masyarakat, pesan kesehatan mengenai pencegahan dan pengobatan TBC diharapkan dapat tersampaikan dengan lebih efektif dan diterima dengan baik oleh masyarakat.
Sosialisasi yang dilakukan tidak hanya berfokus pada informasi medis, tetapi juga mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan kepercayaan masyarakat setempat. Hal ini penting untuk memastikan pesan kesehatan dapat diterima dan diimplementasikan dengan baik oleh masyarakat.
Pemerintah Provinsi Papua Barat berharap langkah-langkah yang dilakukan dapat secara bertahap mengeliminasi penyakit TBC di seluruh wilayah Papua Barat. Kolaborasi yang erat antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat sangat penting untuk mencapai tujuan tersebut. "Harapannya langkah-langkah yang kami sedang lakukan dapat mengeliminasi penyakit TBC di seluruh Papua Barat," ujar Alwan.
Keberhasilan program eliminasi TBC di Papua Barat sangat bergantung pada komitmen semua pihak. Peningkatan akses layanan kesehatan, peningkatan kesadaran masyarakat, dan kolaborasi yang kuat antara berbagai pemangku kepentingan akan menjadi kunci keberhasilan dalam upaya menekan angka penderita TBC di provinsi ini.