Ahli Hukum Pidana: Bukti Kasus Sebelumnya Bisa Digunakan untuk Tersangka Baru
Ahli hukum pidana menjelaskan bahwa alat bukti dalam kasus sebelumnya dapat digunakan untuk tersangka baru, terutama dalam kasus penyertaan atau ketika beberapa orang terlibat dalam satu tindak pidana.
![Ahli Hukum Pidana: Bukti Kasus Sebelumnya Bisa Digunakan untuk Tersangka Baru](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/11/191702.498-ahli-hukum-pidana-bukti-kasus-sebelumnya-bisa-digunakan-untuk-tersangka-baru-1.jpg)
Jakarta, 11 Februari 2024 - Sidang praperadilan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan perdebatan menarik seputar penggunaan alat bukti. Erdianto Effendi, ahli hukum pidana dari Universitas Riau dan bagian dari tim KPK, memberikan keterangan penting terkait penggunaan alat bukti yang pernah digunakan dalam kasus sebelumnya untuk tersangka baru.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Erdianto menjelaskan bahwa penggunaan alat bukti yang sama untuk tersangka berbeda memang menjadi perdebatan dalam penegakan hukum. Namun, ia menekankan adanya pengecualian, terutama dalam kasus penyertaan. Kasus penyertaan merujuk pada situasi di mana beberapa orang terlibat sebagai pelaku dalam satu tindak pidana.
Penggunaan Alat Bukti dalam Kasus Penyertaan
Erdianto menegaskan, "Penyertaan itu sendiri adalah apabila dalam satu peristiwa terdapat beberapa orang yang menjadi pelaku tindak pidana. Jadi, tidak menjadi masalah apakah alat bukti yang tadi sudah digunakan, kemudian digunakan lagi untuk tersangka baru dalam perkara yang sama."
Pernyataan ini memberikan gambaran jelas bahwa dalam konteks kasus penyertaan, alat bukti yang telah digunakan untuk satu tersangka dapat digunakan kembali untuk tersangka lain yang terlibat dalam tindak pidana yang sama. Hal ini tentu saja mempermudah proses penyidikan dan pengumpulan bukti oleh KPK.
Sprindik Umum dan Penggunaan Alat Bukti
Selain itu, Plt. Kepala Biro Hukum KPK, Iskandar Marwanto, juga menanyakan mengenai penggunaan alat bukti dalam konteks Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum. Sprindik umum adalah surat perintah penyidikan yang belum mencantumkan nama tersangka. Pertanyaan ini penting untuk memastikan legalitas dan prosedur penggunaan alat bukti dalam tahap awal penyidikan.
Iskandar mempertanyakan bagaimana penggunaan alat bukti dalam konteks Sprindik umum, mengingat belum adanya penetapan tersangka secara resmi. Penjelasan detail mengenai hal ini perlu dikaji lebih lanjut untuk memastikan kepastian hukum dan menghindari potensi penyalahgunaan wewenang.
Sidang Praperadilan dan Tersangka Baru
Sidang praperadilan ini merupakan bagian dari proses hukum yang dijalani Hasto Kristiyanto setelah penetapannya sebagai tersangka oleh KPK pada 24 Desember 2024. Bersama advokat Donny Tri Istiqomah, Hasto ditetapkan sebagai tersangka dalam rangkaian kasus Harun Masiku. KPK menduga Hasto mengatur dan mengendalikan Donny untuk melobi anggota KPU RI, Wahyu Setiawan, terkait penetapan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI.
Dugaan tersebut juga mencakup pengaturan dan pengendalian Donny untuk menerima dan mengantarkan uang suap kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina. Kesimpulan dari sidang praperadilan ini akan sangat menentukan kelanjutan proses hukum terhadap Hasto Kristiyanto.
Kesimpulan
Kesimpulannya, penggunaan alat bukti dalam kasus sebelumnya untuk tersangka baru dimungkinkan, terutama dalam kasus penyertaan. Namun, penggunaan alat bukti dalam konteks Sprindik umum masih memerlukan kajian lebih lanjut untuk memastikan kepastian hukum. Sidang praperadilan Hasto Kristiyanto menjadi sorotan penting dalam memahami penerapan hukum dan penggunaan alat bukti dalam kasus-kasus korupsi di Indonesia. Putusan sidang yang dijadwalkan pada 13 Februari 2024 akan memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai hal ini.