BPOM Kritik Minimnya Peran dalam Pengawasan Program Makan Bergizi Gratis
BPOM menyatakan seharusnya dilibatkan dalam pengawasan persiapan makanan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sejak awal, bukan hanya saat terjadi keracunan massal, dan berharap DPR RI memfasilitasi sinkronisasi kerja sama dengan BGN.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyoroti keterlibatannya yang minim dalam pengawasan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kepala BPOM, Taruna Ikrar, mengungkapkan ketidakhadiran BPOM dalam proses persiapan makanan, yang seharusnya melibatkan peran aktif lembaga tersebut sejak tahap awal penyiapan.
Pernyataan ini disampaikan dalam rapat bersama DPR RI di Jakarta, Kamis (15/5). Taruna menjelaskan bahwa seharusnya terdapat 13 item kerja sama antara BPOM dan Badan Gizi Nasional (BGN) yang mengatur hal ini, namun kenyataannya tidak semua item melibatkan BPOM secara penuh. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan keamanan pangan dalam program tersebut.
BPOM menilai keterlibatan mereka sangat penting untuk memastikan keamanan pangan bagi anak-anak Indonesia sebagai penerima manfaat MBG. Ketidakhadiran BPOM dalam proses pengawasan persiapan makanan, mulai dari kelayakan dapur hingga standar bahan makanan yang digunakan, dinilai sebagai celah yang dapat berujung pada masalah kesehatan.
BPOM: Keterlibatan Sejak Awal Sangat Penting
Menurut Taruna Ikrar, BPOM memiliki sumber daya manusia, personel, dan keahlian yang mumpuni dalam pengawasan produksi pangan. "Contoh paling konkret, untuk penyiapan. Kita punya tenaga, kita punya personel, kita punya keahlian dalam hal pengawasan untuk produksi pangan itu. Nah, selama ini dapur-dapur yang dilakukan untuk pelaksanaan MBG ini, kami tidak dilibatkan dalam penanganan ini sudah layak dapurnya atau tidak, ini sudah sesuai standar atau tidak," ujar Taruna.
Lebih lanjut, BPOM juga memiliki kompetensi dalam hal pengawasan bahan makanan yang digunakan dalam program MBG. Namun, pihaknya mengaku tidak dilibatkan dalam aspek ini. Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran akan potensi risiko kesehatan bagi anak-anak yang menjadi sasaran program tersebut.
BPOM telah mengkomunikasikan hal ini kepada BGN, menekankan pentingnya peran BPOM dalam memastikan keamanan pangan. Namun, Taruna mengakui otoritas pelaksanaan MBG berada di tangan BGN dan BPOM menghormati hal tersebut. "Jadi kita menghormati hal itu, bukan karena persoalan berani atau takut," tegasnya.
17 Kejadian Luar Biasa Keracunan dalam Program MBG
BPOM mencatat telah terjadi 17 Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan dalam Program MBG. Angka ini menjadi bukti nyata perlunya pengawasan yang lebih ketat dan komprehensif sejak tahap awal penyiapan makanan. BPOM berharap DPR RI dapat memfasilitasi pertemuan antara BPOM dan BGN untuk membahas sinkronisasi kerja sama guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Meskipun BPOM menyadari adanya pembagian otoritas, mereka tetap berharap dapat berkolaborasi lebih erat dengan BGN. "Karena tidak mungkin sekonyong-konyong kami menugaskan kami punya tim, sementara tim kami tidak dibukakan pintu untuk itu. Tentu kita bisa menggunakan kewenangan yang kami miliki, sesuai dengan peraturan tentang keamanan pangan, tetapi kan kita harus sadar, ada otoritas masing-masing," jelas Taruna Ikrar.
Kejadian KLB keracunan ini menjadi sorotan dan menunjukkan urgensi peningkatan pengawasan keamanan pangan dalam program MBG. BPOM berharap dengan adanya fasilitasi dari DPR RI, kolaborasi yang lebih baik antara BPOM dan BGN dapat terwujud untuk menjamin keamanan dan kesehatan anak-anak Indonesia yang menjadi penerima manfaat program tersebut.