BPOM Temukan 35.534 Produk Pangan Ilegal Jelang Lebaran: Jakarta Jadi Pusatnya!
BPOM menemukan 35.534 produk pangan melanggar aturan jelang Lebaran, didominasi produk tanpa izin edar yang banyak ditemukan di Jakarta.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru-baru ini mengumumkan hasil intensifikasi pengawasan pangan selama bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Hasilnya mengejutkan: ditemukan 35.534 produk pangan yang melanggar ketentuan. Pengawasan dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia, melibatkan pemeriksaan langsung di lapangan dan pengawasan siber terhadap penjualan daring. Sebagian besar pelanggaran berasal dari produk pangan tanpa izin edar (TIE).
Dari total pelanggaran, sebanyak 19.795 produk atau 55,7 persen merupakan pangan TIE. Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menjelaskan bahwa pelanggaran lainnya meliputi produk kadaluwarsa (14.300 pieces atau 40,2 persen) dan produk rusak (1.439 pieces atau 4,1 persen). Pengawasan dilakukan terhadap 1.190 sarana peredaran pangan, meliputi ritel modern, tradisional, gudang distributor, importir, dan e-commerce.
Temuan ini menunjukkan adanya masalah serius dalam pengawasan peredaran pangan di Indonesia. Meskipun produk rusak jumlahnya lebih sedikit, hal ini tetap menjadi perhatian serius untuk menjaga kualitas dan keamanan pangan bagi masyarakat. BPOM menekankan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap distribusi dan kepatuhan regulasi terkait peredaran pangan.
Produk Tanpa Izin Edar Dominasi Temuan
Jakarta menjadi wilayah dengan temuan pangan TIE terbanyak, mencapai 9.195 pieces. Wilayah lain dengan temuan signifikan antara lain Batam (2.982), Tarakan (2.044), Balikpapan (1.185), dan Pontianak (487). Produk TIE yang ditemukan diimpor dari 11 negara, termasuk Malaysia, China, Arab Saudi, dan Singapura. Jenis produknya beragam, mulai dari minuman serbuk, bumbu, hingga biskuit.
"Meski jumlah produk rusak lebih sedikit, tetap diperlukan perhatian untuk menjaga kualitas dan keamanan pangan," ujar Kepala BPOM, Taruna Ikrar. Pernyataan ini menekankan pentingnya pengawasan berkelanjutan untuk melindungi konsumen dari potensi bahaya akibat konsumsi pangan yang tidak memenuhi standar keamanan.
Selain pengawasan langsung, BPOM juga melakukan pengawasan siber dan menemukan 4.374 tautan yang menjual produk pangan TIE secara daring. Mayoritas produk berasal dari Malaysia, Jepang, Nigeria, Singapura, Australia, dan Belgia. Hal ini menunjukkan bahwa peredaran produk impor ilegal masih marak, baik secara langsung maupun daring, dan berpotensi membahayakan konsumen.
Pengawasan Takjil dan Tindak Lanjut BPOM
Hasil pengawasan terhadap takjil menunjukkan angka pelanggaran yang relatif rendah, hanya 96 pieces (1,94 persen) dari 4.958 sampel yang diuji. Meskipun demikian, BPOM tetap berkomitmen untuk memastikan keamanan pangan selama Ramadhan dan Idul Fitri.
Total nilai keekonomian produk yang ditemukan dalam pengawasan langsung dan daring mencapai Rp16,5 miliar. Pengawasan dilakukan sejak 24 Februari 2025. BPOM menindaklanjuti temuan dengan langkah korektif, seperti sanksi administratif dan pencabutan tautan penjualan daring, serta langkah preventif berupa Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada pelaku usaha dan masyarakat.
"Kolaborasi semua pihak termasuk pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat diperlukan untuk menciptakan ekosistem perdagangan dan peredaran pangan yang baik dan berkeadilan dalam rangka memastikan pangan yang beredar memenuhi standar keamanan, mutu, dan gizi," tambah Kepala BPOM.
Temuan BPOM ini menyoroti pentingnya kolaborasi dan pengawasan yang lebih ketat untuk melindungi konsumen dari produk pangan ilegal dan tidak aman. Perlu adanya peningkatan kesadaran dan kepatuhan dari seluruh pihak terkait untuk menciptakan sistem peredaran pangan yang lebih aman dan terjamin kualitasnya.