Dinkes Kaltim Perkuat Tim TBC Resisten Obat, Targetkan Kesembuhan 95 Persen
Dinas Kesehatan Kaltim meningkatkan kapasitas tim pengobatan TBC Resisten Obat (TBC RO) di puskesmas untuk mencapai target keberhasilan pengobatan 95 persen.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) gencar meningkatkan kemampuan tim pengobatan Tuberkulosis Resisten Obat (TBC RO) di berbagai puskesmas. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi tantangan kesehatan utama di Kaltim, yaitu TBC. Lokakarya peningkatan kapasitas tim TBC RO yang berlangsung di Samarinda hingga 17 Mei 2025, mendapat dukungan pendanaan dari Global Fund. Kegiatan ini menjawab urgensi percepatan dan perluasan layanan pengobatan TBC RO di tengah lebih dari 800 ribu kasus TBC baru yang muncul setiap tahunnya di Indonesia.
Kepala Dinkes Kaltim, Jaya Mualimin, menjelaskan bahwa lokakarya ini bertujuan meningkatkan kemampuan tim di tingkat puskesmas dalam memulai pengobatan pasien TBC RO sesuai standar dan regulasi. Ia menekankan pentingnya pendekatan yang berpusat pada pasien, termasuk dukungan psikososial dan pengawasan minum obat, sesuai arahan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 dan panduan teknis Kemenkes. "Tuberkulosis masih menjadi tantangan kesehatan utama di Indonesia, termasuk Kaltim," tegas Jaya Mualimin di Samarinda, Kamis.
Lokakarya ini melibatkan berbagai pihak, termasuk WHO Indonesia, Kementerian Kesehatan, Laboratorium Rujukan Nasional, Labkesda Kaltim, dan komunitas penyintas TBC Wadah Etam. Peserta berasal dari fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) yang menyediakan layanan Pengobatan Multi-Drug Resistant Tuberculosis (PMDT) dan puskesmas terpilih di Samarinda, Balikpapan, dan Kutai Kartanegara. Kolaborasi aktif dari semua pihak diharapkan dapat meningkatkan angka keberhasilan pengobatan hingga mencapai target nasional 95 persen.
Peningkatan Kapasitas Tim Medis Hadapi TBC RO
Peningkatan kapasitas tim medis dalam menangani TBC RO menjadi fokus utama lokakarya ini. Para peserta dilatih untuk mampu mendiagnosis dan memulai pengobatan pasien yang memenuhi kriteria, sesuai dengan pedoman yang berlaku. Pelatihan ini mencakup aspek teknis pengobatan, manajemen kasus, hingga pentingnya dukungan psikososial bagi pasien.
Salah satu poin penting yang ditekankan adalah pengawasan ketat terhadap kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat. Hal ini krusial untuk mencegah resistensi obat dan memastikan keberhasilan pengobatan. Para peserta juga diberikan pemahaman tentang pentingnya deteksi dini dan pengobatan tepat waktu untuk mencegah penyebaran TBC.
Dengan peningkatan kapasitas ini, diharapkan puskesmas di Kaltim mampu memberikan layanan pengobatan TBC RO yang lebih efektif dan efisien. Hal ini akan berdampak pada peningkatan angka kesembuhan pasien dan penurunan angka kematian akibat TBC.
Kolaborasi Multipihak untuk Suksesnya Program
Keberhasilan program pengobatan TBC RO di Kaltim tidak terlepas dari kolaborasi multipihak yang kuat. Keterlibatan WHO Indonesia, Kementerian Kesehatan, dan laboratorium rujukan nasional memberikan dukungan teknis dan ilmiah yang penting. Sementara itu, Labkesda Kaltim berperan dalam pengujian dan diagnosa, sedangkan komunitas penyintas TBC Wadah Etam memberikan perspektif dari pengalaman langsung.
Kolaborasi ini memastikan terintegrasinya berbagai layanan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk penanganan TBC RO. Dengan sinergi yang kuat, diharapkan program pengobatan TBC RO di Kaltim dapat berjalan optimal dan mencapai target yang telah ditetapkan.
Partisipasi aktif dari seluruh pihak, termasuk tenaga kesehatan di puskesmas, sangat penting untuk keberhasilan program ini. Komitmen dan dedikasi mereka dalam memberikan pelayanan terbaik kepada pasien merupakan kunci utama dalam mewujudkan Kaltim yang bebas dari TBC.
Capaian dan Tantangan Pengobatan TBC di Kaltim
Meskipun telah mencapai keberhasilan pengobatan TBC sebesar 77,15 persen pada tahun 2025, masih terdapat tantangan yang perlu diatasi. Dari total 3.356 kasus yang menjalani pengobatan, 1.896 pasien telah menyelesaikan perawatan, 693 sembuh, sementara 317 kasus masih dievaluasi. Angka kematian tercatat 152 kasus, dengan 12 pasien gagal pengobatan dan 286 putus berobat.
Data ini menunjukkan perlunya upaya lebih intensif untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam pengobatan dan mencegah putus berobat. Peningkatan kualitas layanan dan dukungan psikososial yang lebih komprehensif dapat membantu mengatasi masalah ini. Dengan demikian, target nasional 95 persen keberhasilan pengobatan TBC dapat tercapai.
Ke depan, Dinkes Kaltim akan terus berupaya meningkatkan kualitas layanan pengobatan TBC, termasuk layanan TBC RO. Kolaborasi dan komitmen semua pihak akan menjadi kunci keberhasilan dalam memerangi TBC di Kalimantan Timur.