Kerugian Negara Rp18,48 Miliar: Proyek Shelter Tsunami Lombok Utara Diperiksa
BPKP RI menemukan kerugian negara sebesar Rp18,48 miliar dari proyek Shelter Tsunami Lombok Utara akibat berbagai kegagalan, termasuk ketidakmampuan bangunan menahan gempa.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI telah menetapkan kerugian keuangan negara mencapai Rp18,48 miliar terkait proyek pembangunan gedung tempat evakuasi sementara (TES) atau Shelter Tsunami di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Temuan ini diungkap oleh Mizwan, koordinator tim audit penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN), dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu.
Menurut Mizwan, angka kerugian tersebut didapat setelah menghitung total loss dari Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dikurangi pajak. Proses audit PKKN dilakukan pada tahun 2024 atas permintaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), jauh setelah proyek selesai dibangun pada tahun 2014. Meskipun demikian, tim audit mempertimbangkan potensi penyusutan nilai bangunan selama rentang waktu tersebut.
Penghitungan kerugian negara ini melibatkan berbagai metode dan data. Tim audit melakukan klarifikasi langsung dengan pihak-pihak terkait, menggunakan berita acara pemeriksaan dari penyidik KPK, dan menganalisis data dari berbagai ahli, termasuk dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta Inspektorat Jenderal (Itjen).
Kegagalan Proyek dan Kerugian Negara
Audit BPKP menyoroti berbagai kegagalan dalam proyek ini, mulai dari proses pemilihan penyedia jasa hingga pemanfaatan hasil pekerjaan. Mizwan menjelaskan bahwa kesimpulan kerugian Rp18,48 miliar dari total nilai proyek Rp20,9 miliar mempertimbangkan pendapat ahli yang menyatakan bangunan tersebut tidak sesuai dengan tujuan pembangunannya, yaitu mampu menahan guncangan gempa bumi berkekuatan 9 Skala Richter.
Gempa bumi berkekuatan 7 Skala Richter yang melanda Lombok Utara pada tahun 2018 menjadi faktor penting dalam audit ini. Gempa tersebut mengakibatkan kerusakan signifikan pada bangunan Shelter Tsunami, termasuk robohnya tangga dan keretakan pada dinding dan kolom utama. Ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) bahkan menyatakan bangunan tersebut gagal, dengan daya dukung tanah yang tidak memadai.
Hasil analisa ahli dari Puslitbang Kementerian PUPR juga mendukung temuan ini, menyatakan bahwa bangunan tersebut belum layak sepenuhnya untuk digunakan sebagai tempat evakuasi sementara saat terjadi bencana gempa bumi dan tsunami. Hal ini semakin memperkuat kesimpulan BPKP mengenai kerugian negara yang signifikan akibat kegagalan proyek ini.
Metode Audit dan Data Pendukung
Tim audit BPKP menggunakan metode audit PKKN yang komprehensif. Proses audit melibatkan pengumpulan data dan informasi dari berbagai sumber, termasuk klarifikasi langsung dengan pihak-pihak terkait, analisis data dari ahli konstruksi dan keuangan, serta observasi lapangan. Data pendukung dari berbagai instansi pemerintah, seperti LKPP, Kementerian PUPR, dan Itjen, juga digunakan untuk memastikan akurasi hasil audit.
Proses audit yang teliti dan komprehensif ini bertujuan untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. Temuan BPKP ini diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang dan meningkatkan kualitas proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.
Kesimpulannya, temuan BPKP atas kerugian negara sebesar Rp18,48 miliar dalam proyek Shelter Tsunami Lombok Utara menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat dan perencanaan yang matang dalam setiap proyek pembangunan, terutama proyek-proyek yang berkaitan dengan mitigasi bencana. Kegagalan proyek ini tidak hanya mengakibatkan kerugian finansial, tetapi juga menimbulkan risiko bagi keselamatan masyarakat.