Komisi III DPR Terima 130 Masukan Ikadin Soal RUU KUHAP: Keadilan Restoratif Jadi Sorotan!
Komisi III DPR RI menerima 130 masukan dari Ikadin terkait RUU KUHAP, dengan fokus utama pada keadilan restoratif dan data tunggal penerima.

Komisi III DPR RI menerima 130 masukan dari Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokat Indonesia (DPP Ikadin) dalam rapat dengar pendapat terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Pertemuan ini membahas berbagai terobosan penting, termasuk isu senjata api dan police line. Masukan dari Ikadin diharapkan menjadi bahan pertimbangan krusial dalam penyusunan RUU KUHAP.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyampaikan apresiasi atas masukan yang diberikan oleh Ikadin. Ia menekankan bahwa Komisi III DPR RI terbuka terhadap masukan dari seluruh lapisan masyarakat terkait RUU KUHAP. Habiburokhman berharap, masukan-masukan tersebut dapat menjadi pertimbangan penting dalam pembahasan RUU KUHAP selanjutnya.
Wakil Ketua Umum DPP Ikadin, Sapriyanto Refa, menegaskan kesiapan Ikadin untuk bekerja keras menuntaskan RUU KUHAP. Menurutnya, advokat memiliki peran penting dalam proses penegakan hukum, mulai dari penyelidikan hingga pelaksanaan putusan hakim. Ikadin berkomitmen untuk memberikan kontribusi terbaik demi terciptanya penegakan hukum yang lebih baik di Indonesia.
Fokus pada Keadilan Restoratif
Sekretaris Jenderal DPP Ikadin, Rifai Kusumanegara, menjelaskan bahwa dari 130 masukan yang diusulkan, 24 di antaranya telah diuraikan secara rinci kepada Komisi III DPR. Salah satu usulan utama adalah mengenai restorative justice atau keadilan restoratif. Rifai menyoroti pentingnya aturan yang memastikan bahwa penerima restorative justice tidak melakukan pengulangan tindak pidana.
Rifai mengusulkan agar penerima restorative justice hanya dapat menerima kesempatan ini satu kali saja. Ia menekankan perlunya sistem data tunggal penerima restorative justice untuk mencegah penyalahgunaan. "Ada satu peraturan di mana restorative justice hanya diberikan untuk pertama kalinya. Bagaimana memastikan agar penerima restorative justice ini tidak residiv, tidak berulang, karena bisa saja dia sudah menerima restorative justice di Jakarta Pusat, di Surabaya dia maling lagi," ujarnya.
Lebih lanjut, Rifai mengusulkan agar data tunggal penerima restorative justice dikelola oleh kejaksaan. Sistem ini akan memastikan bahwa setiap pemberian restorative justice dilaporkan dan dicatat, sehingga meminimalisir potensi penyalahgunaan. Dengan demikian, tujuan mulia dari restorative justice dapat tercapai secara efektif.
Pentingnya Data yang Terintegrasi
Rifai Kusumanegara menekankan pentingnya data yang saling terhubung (interconnected) dalam penerapan restorative justice. Menurutnya, tanpa data yang terintegrasi, niat baik untuk memberikan kesempatan kepada pelaku tindak pidana dapat disalahgunakan. "Kami usulkan ada satu data tunggal yang dipegang kejaksaan, jadi siapapun yang memberikan restorative justice dilaporkan ke jaksa dibuat data tunggal, jadi ketahuan orang ini sudah menerima restorative justice dan tidak bisa lagi menerima restorative justice di tempat lain, jadi jangan sampai niat baik kita untuk memberikan kesempatan orang disalahgunakan hanya karena kita tidak mempunyai data yang interconnected," jelasnya.
Dengan adanya data tunggal yang dikelola oleh kejaksaan, diharapkan proses pemberian restorative justice dapat lebih transparan dan akuntabel. Hal ini juga akan membantu mencegah terjadinya residivisme atau pengulangan tindak pidana oleh penerima restorative justice.
Masukan dari Ikadin ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam penyempurnaan RUU KUHAP. Keadilan restoratif dan sistem data yang terintegrasi menjadi poin penting yang perlu diperhatikan untuk menciptakan sistem hukum pidana yang lebih efektif dan berkeadilan.