KP2MI Desak Arab Saudi Tolak PMI Ilegal Usai Moratorium Dicabut
Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) meminta Arab Saudi tegas menolak PMI ilegal setelah moratorium dicabut, mengingat sekitar 500.000 PMI bekerja di Arab Saudi secara non-prosedural.

Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) mendesak pemerintah Arab Saudi untuk mengambil sikap tegas dalam menolak pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal. Desakan ini muncul setelah pemerintah Arab Saudi mencabut moratorium kerja bagi PMI di negaranya. Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Menteri KP2MI, Abdul Kadir Karding, di Tangerang pada Sabtu lalu.
Menurut Menteri Karding, "Kita tekan dengan perjanjian ini (kesepakatan penerimaan tenaga kerja) bersama negara Arab Saudi juga harus punya komitmen, untuk tidak melayani orang-orang pekerja ilegal yang dari Indonesia." Hal ini penting untuk memastikan perlindungan dan kesejahteraan PMI yang bekerja secara resmi dan prosedural di Arab Saudi.
Data yang dimiliki KP2MI menunjukkan adanya sekitar 500.000 PMI yang bekerja di Arab Saudi tanpa melalui prosedur resmi. Mereka bekerja tanpa visa kerja, dan hal ini menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia. Pemerintah berupaya untuk mengatasi permasalahan ini dengan berbagai langkah strategis.
Langkah Pemerintah Atasi PMI Ilegal di Arab Saudi
Untuk mengatasi permasalahan PMI ilegal di Arab Saudi, pemerintah Indonesia akan segera menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait pengiriman pekerja migran ke Arab Saudi. Penandatanganan MoU ini direncanakan akan dilakukan pada tanggal 20 Maret 2025.
MoU ini akan membuka peluang bagi 600.000 PMI untuk bekerja di Arab Saudi. Sebanyak 60 persen dari kuota tersebut diperuntukkan bagi pekerja domestik, sementara 40 persen sisanya untuk pekerja formal. Kerja sama bilateral ini diharapkan dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi PMI.
Salah satu poin penting dalam MoU ini adalah penetapan upah minimum bagi PMI di Arab Saudi. Upah minimum yang disepakati adalah sebesar 1.500.000 Riyal Saudi atau sekitar Rp6.300.000. Selain itu, PMI juga akan mendapatkan perlindungan berupa asuransi kesehatan, asuransi jiwa, dan asuransi ketenagakerjaan.
Perlindungan dan Jaminan bagi PMI
MoU ini juga mengatur mengenai pembagian waktu kerja, jam lembur, dan jam istirahat bagi PMI. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa PMI mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Integrasi data PMI juga akan dilakukan untuk memastikan bahwa semua PMI tercatat secara resmi oleh pemerintah Indonesia dan Arab Saudi.
Dengan adanya integrasi data ini, diharapkan dapat mengurangi jumlah PMI ilegal di Arab Saudi. PMI yang sebelumnya bekerja secara non-prosedural akan tercatat dan mendapatkan perlindungan hukum yang lebih baik. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus mengawasi dan melindungi seluruh PMI di luar negeri.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah Indonesia ini diharapkan dapat memberikan solusi yang efektif untuk mengatasi permasalahan PMI ilegal di Arab Saudi. Kerja sama bilateral yang kuat antara Indonesia dan Arab Saudi sangat penting untuk memastikan perlindungan dan kesejahteraan PMI di negara tersebut. Semoga dengan adanya MoU ini, nasib PMI di Arab Saudi akan lebih terjamin dan terlindungi.