KPK Periksa Saksi Kasus Korupsi PT ASDP: Akuisisi PT Jembatan Nusantara Diusut
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi PT ASDP Indonesia Ferry terkait akuisisi PT Jembatan Nusantara senilai Rp1,272 triliun, dengan kerugian negara mencapai Rp893 miliar.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengintensifkan penyelidikan terkait dugaan korupsi dalam proses akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Hari Rabu, 19 Maret 2024, KPK memeriksa DVA, GM Komersial dan Operasi PT Jembatan Nusantara, sebagai saksi. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Kasus ini melibatkan dugaan penyimpangan dalam kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi yang terjadi antara tahun 2019 hingga 2022.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, membenarkan pemeriksaan tersebut. Ia menjelaskan bahwa fokus pemeriksaan terhadap DVA adalah untuk menggali informasi terkait kinerja kapal-kapal milik PT Jembatan Nusantara pasca-akuisisi oleh PT ASDP. Pemeriksaan ini menjadi bagian penting dalam upaya KPK untuk mengungkap seluruh rangkaian peristiwa dan pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan korupsi tersebut.
Nilai akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP tercatat sebesar Rp1,272 triliun. Namun, proses akuisisi ini diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara yang signifikan, diperkirakan mencapai Rp893 miliar. Besarnya kerugian negara ini menjadi perhatian utama KPK dan mendorong lembaga antirasuah tersebut untuk bertindak tegas dalam mengusut tuntas kasus ini.
Pemeriksaan Saksi dan Tersangka
Selain DVA, KPK juga telah menjadwalkan pemeriksaan saksi lain. OKS, GM SDM dan Pendukung Bisnis PT JN, dijadwalkan akan diperiksa pada Kamis, 20 Maret 2024. Pemeriksaan terhadap para saksi ini diharapkan dapat melengkapi bukti-bukti yang telah dikumpulkan KPK selama proses penyelidikan.
Sebelumnya, KPK telah menahan tiga mantan direktur PT ASDP, yaitu Ira Puspadewi (mantan Direktur Utama), Muhammad Yusuf Hadi (mantan Direktur Komersial dan Pelayanan), dan Harry Muhammad Adhi Caksono (mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan). Ketiganya ditahan selama 20 hari, mulai 13 Februari 2024 hingga 4 Maret 2024 di Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK.
Penahanan terhadap ketiga mantan direktur PT ASDP ini menunjukkan keseriusan KPK dalam menangani kasus tersebut. KPK telah menetapkan mereka sebagai tersangka dan akan memproses hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses hukum yang sedang berjalan ini diharapkan dapat memberikan keadilan dan mencegah terulangnya tindakan korupsi serupa di masa mendatang.
Fokus Pemeriksaan: Kinerja Kapal dan Kerugian Negara
Pemeriksaan terhadap DVA difokuskan pada kinerja kapal-kapal PT Jembatan Nusantara setelah diakuisisi oleh PT ASDP. KPK menduga adanya penyimpangan dalam pengelolaan aset negara pasca-akuisisi tersebut. Informasi yang diperoleh dari DVA diharapkan dapat memperkuat bukti-bukti yang telah dikumpulkan KPK.
Kerugian negara sebesar Rp893 miliar menjadi fokus utama dalam penyelidikan ini. KPK akan berupaya untuk menelusuri aliran dana dan mengidentifikasi pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Proses hukum yang transparan dan akuntabel diharapkan dapat mengembalikan kerugian negara dan memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.
Proses hukum yang sedang berjalan terhadap para tersangka dan saksi kunci dalam kasus ini menunjukkan komitmen KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia. Dengan mengungkap fakta-fakta yang terjadi, KPK berharap dapat memberikan keadilan bagi masyarakat dan mencegah terjadinya kerugian negara yang lebih besar di masa depan.
- Nilai Akuisisi: Rp1,272 triliun
- Kerugian Negara: Rp893 miliar
- Tersangka: Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, Harry Muhammad Adhi Caksono
- Saksi yang diperiksa: DVA (GM Komersial dan Operasi PT Jembatan Nusantara), OKS (GM SDM dan Pendukung Bisnis PT JN)
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset negara. Upaya KPK dalam mengusut tuntas kasus ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terulangnya tindakan korupsi serupa di masa mendatang. Proses hukum yang adil dan transparan merupakan kunci untuk membangun kepercayaan publik dan memperkuat penegakan hukum di Indonesia.